Oleh: Joko Prasojo
Di Indonesia praktek ekonomi Islam telah dipraktekan oleh
masyarakat Indonesia sejak para pedagang-pedagang arab masuk Indonesia. Dalam
masyarakat praktek ekonomi Islam dikenal dengan namanya maro, mertelu,
sambatan, bagi hasil, dll walaupun ekonomi Islam belum dikenal dimasyarakat.
Walaupun ilmu Ekonomi Islam pada saat ini mulai banyak dikembangkan
berbeda pada tatanan masyrakat jaman dulu belum mengenal apa itu ekonomi Islam.
Namun pada prkateknya dulu masyarakat
lebih mempraktekkan ekonomi Islam pada tatanan bawah. Namun mulai pudar ketika
dikenalkan ekonomi kapitalis. Beberapa praktek ekonomi Islam yang sudah asing
untuk kita jumpai:
Bagi hasil
Prosedur perjanjian Bagi Hasil pada umumnya dilakukan dengan cara lisan antara pemilik tanah dengan penggarap.
Istilah-istilah
bagi hasil dari masing-masing daerah yaitu:
a.
Memperduoi (Minang kabau)
b.
Toyo (Minahasa)
c.
Tesang (Sulawesi)
d.
Maro (1:1), Mertelu (1:2), ( Jawa Tengah).
e.
Nengah (1:1), Jejuron (1:2), (Priangan)
f. Gado (istilah bagi hasil peternakan)
Mengapa Islam mengajurkan bagi hasil dan melarang membungakan pinjaman,
alasanya adalah:
1.
Keuntungan dalam usaha bersifat tidak pasti terkadang untung atau rugi
itulah sebabnya manusia dilarang menentukan besarnya uang tambahan diawal
(share).
2.
Menjalin silahturahmi dengan baik antara pemilik modal (shahibul maal) dan
peminjam (mudharib).
3.
Manusia dituntut untuk amanah dan jujur bila tidak jujur
dan amanah maka sanksi sosial akan diberikan karena dasar bagi hasil adalah
kepercayaan.
Faktor-foktor yang mempengaruhi shahibul maal untuk bagi hasil:
1.
Tabbaru
Ini didasari oleh dua hal yaitu mengentaskan
kemiskinan keluarga (famili) dan mengentaskan kemiskinan seseorang yang tidak
punya hubungan keluarga, yaitu dengan melimpahkan wewenang pengelolaan modal (shahibul
maal) untuk memperbaiki ekonomi (mudharib).
2.
Investasi
shahibul maal melimpahkan modalnya kepada mudharib untuk mengelola untuk menghasilkan
keuntungan yang besar.
3.
Tidak memiliki kesempatan untuk mengelolanya
Agar modalnya/aset bisa produktif atau tidak
menganggur shahibul maal melimpahkan
pengelolaannya kepada mudharib. Alasan ini bisa didasari untuk menekan
kerugian bila tidak dikelola.
System yang begitu baik dan sangat sosial tersebut kini mulai
luntur, kini hanya jumpai pada petani-petani kecil, pedagang, dan didesa-desa.
Dalam masyarakat kota hal seperti ini sulit untuk dijumpai. Lunturnya system
seperti ini dikarenakan masuknya nilai-nilai kapitalis dalam masyarakat,
menilai waktu adalah uang, rezeki itu berasal dari usaha/seseorang, dan ingin
meraup untung sebesar-besarnya tanpa melihat akan merugikan orang lain.
Riba dalam pandangan masyarakat
Pandangan masyarakat dahulu mengenai pinjam meminjam dengan adanya
tambahan dari nilai pokok adalah buruk, bahkan seorang yang meminjami dengan
tambahan dari nilai pokok disebut sebagai lintah darat. Dengan dikenalkan
perbankan sebutan tersebut mulai sirna bahkan menjadi legal dalam penilaian
masyarakat. Bukan hanya itu yang dulunya mayoritas masyrakat melakukan pinjam
meminjam tanpa ada tambahan sekarang sudah mulai diberlakukan menggunakan
system bunga.
Gotong Royong/Sambatan
Di era serba modernisasi
system gotong royong yang dimiliki bangsa Indonesia mulai punah. Hal ini
dipengaruhi individulisme dan matrealisme
dari masyarakat. Semangat gotong royong dimasyrakat lebih cendrung
gotong royong bersifat membangun perekonomian masyarakat, misalnya, gotong
royong menanam padi dan panen padi, membuat rumah, dan membangun sarana
prasarana masyarakat.
Nilai-nilai gotong royong sangatlah mulia dikarenakan
semua masyrakat bisa merasakan hasilnya baik yang kaya maupun yang miskin, karena
didasari oleh kebersamaan dalam tolong menolong. Misalnya, seorang yang miskin
ingin menanam padi dia tidak harus mengeluarkan upah tenaga kerja namun cukup
dengan memberi makan.
Ronda
Keamanan adalah faktor penting
dalam menjaga keadaan ekonomi daerah. Daerah yang mempunyai keamanan yang baik
masyarakat yang tinggal akan merasa nyaman untuk menjaga hartanya atau
menjalankan ekonominya, begitu sebaliknya. Di Indonesia mempunyai sistem
keamanaan ditingkat desa yang digalakkan oleh masyarakat yaitu ronda. Ronda
juga menuntut masyarakat untuk saling manjaga. Masyarakat digilir untuk ronda
setiap minggunya. Ronda cukup efektiv dalam menjaga keamanan dikarenakan biaya
yang dikelurakan sangat kecil dibandingkan mempekerjakan sekuriti.