Oleh:
Azriadian El Haq*
Dalam
melihat fenomena ekonomi islam atau ekonomi syariah biasanya
menggunakan sudut pandang islam. Tetapi jarang melihat dari pisau sudut
pandang pemikiran diluar islam. Dan menganggap pemikiran dari luar itu
adalah virus yang harus dihindari (phobia)
karena kita sudah menganggap mazhab tertentu misal, yang akan membuat
cakrawala berfikir parsial. Kejumudan berfikir yang demikian juga akan
mengakibatkan sebuah kajian (baca; ekonomi islam) akan terlihat
eksklusif padahalkan islam itu universal, bagi semua makluk (rahmatan lilalamin).
Ekonomi
islam tentu tidak terlepas dari sejarahnya yang diawali dengan tongkat
estafet nabi Muhammad sampai masa kejayaannya dan kemundurannya, sampai
sekarang mulai bangkit lagi. Berkaitan dengan sejarah mungkin ada yang
sudah mengenal tokoh ini Georg Wilhelm Friedrich Hegel1,
seorang ahli filsafat sejarah dari Jerman yang mengembangkan pemikiran
dari Imanuel Kant. Ia mencetuskan apa yang disebut dialektika hukum
sosial, berlaku sampai kapanpun dan dimanapun. Sejarah kehidupan ini
akan selalu berbenturan entah ada yang baru, mempertahankan yang lama
atau kompromi keduanya. Dialektika Hegel menyatakan bahwa ada yang
disebut tesis, anti tesis dan sintesis. Kalau saya gambarkan dengan
tahap 1-2-3-4.
Jika
dilihat dari sejarahnya ekonomi islam pada masa nabi kususnya fase di
Madinah ia berupa anti tesis lalu berubah menjadi sintesis pengganti
kebiasaan perekonomian masyarakat jahiliyah pada waktu itu. Pada era
modern, misal terdapat ekonomi kapitalis eropa untuk menjajah (baca;
tesis), muncul Karl Marx membawa ide ekonomi sosialis (baca; anti tesis)
untuk melawan para kapitalis-kapitalis. Dalam perjalanan waktu ternyata
belum bisa membendung arus kapitalisme, singkat cerita kapitalisme
menang dengan beberapa kompromi-kompromi dengan sisi humanis,
terbentuklah sintesis baru neo-kapitalisme. Dilain pihak terdapat
ekonomi baru dari negara gelombang ketiga timur tengah yang mencoba
memunculkan kembali ekonomi religiusnya, yang sekarang sudah merambah ke
banyak negara yaitu ekonomi islam/syariah. Dengan reinterpretasi,
penafsiran kembali teori yang ada di Alquran hadis untuk diaplikasikan.
Dengan
menggunakan hukum perubahan sosialnya Hegel ekonomi islam ini masuk
katagori apa ?. Para kalangan pesimistis mengatakan (tesis) karena
ekonomi islam adalah wajah baru neo-kapitalis dihadapan umat muslim agar
melanggengkan korporsinya. Ada yang mengatakan (anti tesis) karena
memang asas-asasnya bertentangan dengan kapitalisme, tetapi ekonomi
islam juga belum merambah semua sektor artinya belum digunakan solusi
semua negara. Ada juga yang mengatakan sudah menjadi (sintesis) baru
karena wajah ekonomi islam terbungkus baru lewat kompromi, pertentangan
dan ide baru dari sistem lama ekonomi kapitalis.
Entah
anda memilih yang mana, karena jika saya menjustifikasi yang benar ini
malah nanti tidak ada rame. Tetapi menurut pendapat saya dengan konteks
Indonesia saat ini, saya memilih ekonomi islam masih menjadi (anti
tesis) karena masih kecil lingkupnya. Ditambah belum lengkap rasanya
jika “ekonomi islam, bisnis ya bisnis, jangan dikaitkan dengan agama
walaupun menggunakan nama agama”. Heemmm kelau begini belum ada
kesinambungan antara hati dan ekonomi islam. Padahal kan harus integral.
Semua boleh memilih tetapi yang pasti lewat uraian diatas dengan
menggunakan alat analisis dialektika Hegel semoga menambah wawasan dan
harapan agar ekonomi islam mejadi sintesis berikunya. Begitu.
Penulis adalah mahasiswa syariah semester 5, Staf
KIO (Kontrol Internal Organisasi) Departemen 4 Kaderisasi FoSEI FEB UMS
Sumber referensi
1Tafsir, Ahmad. 2012. Filsafat Umum, Akal dan Hati Sejak Thales Hingga Capra. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
2Haqiqi Suluh, “Dialektika Hegel (Thesis, AntiThesis, Sintesis): Ritme Tiga Hentakan Proses Sosial Yang Cukup Melenakan”, http.haqiqie.wordpress.com (diakses tanggal 1 November 2014)