Materi Seminar Temu Pakar Ekonomi Islam, FoSEI UMS
Pendahuluan
Akhir-akhir ini diskusi, seminar dan lokakarya tentang ekonomi Islam sangat marak, baik yang diselenggarakan oleh dunia perguruan tinggi, organisasi-organisasi kemasyarakatan maupun dunia usaha dll.
Hal ini sedikit banyaknya tentu terkait dengan ketidakpuasan masyarakat terhadap sistem ekonomi yang ada (sistem ekonomi kapitalisme, sosialisme dan sistem ekonomi campuran). Mereka ingin mencari sistem ekonomi alternatif atau ingin untuk mensubstansiasi sistem ekonomi yang ada dengan memasukkan paradigma dan nilai-nilai ekonomi baru agar gerak perekonomian menjadi lebih comitted atau berpihak kepada terciptanya perubahan ke arah yang lebih baik, dan berkeadilan.
Tulisan ini mencoba menjelaskan dan memetakan sistem-sistem ekonomi tersebut termasuk di dalamnya sistem ekonomi Islam (SEI), dan sekaligus melihat sejauhmanakah kemungkinannya SEI ini untuk bisa diterapkan dan dilaksanakan di tengah-tengah sistem ekonomi yang ada serta apa peran dari ormas-ormas Islam di dalamnya..
Sistem Ekonomi Kapitalis (SEK).
Sistem ini disebut juga dengan sistem ekonomi liberal atau sistem ekonomi pasar. Sistem ini merupakan bentuk pengorganisasin ekonomi masyarakat yang dilaksanakan "sepenuhnya" oleh swasta.
Sistem ini mempunyai ciri-ciri : Pertama, setiap individu bebas memiliki faktor-faktor produksi, Kedua, kegiatan ekonomi di semua sektor dilakukan oleh pihak swasta, ketiga, pemerintah tidak boleh ikut campur tangan secara langsung dalam kegiatan perekonomian, keempat, modal memegang peranan yang sangat penting dalam kegiatan perekonomian, kelima, setiap individu diberi kebebasan untuk mengadakan perjanjian kerja dengan pihak lain, keenam, kegiatan ekonomi diarahkan untuk memupuk laba yang semaksimal mungkin (profit motive), ketujuh, persaingan antar pengusaha dilakukan secara bebas, Kedelapan, sistem ini memisahkan masalah ekonomi dari masalah agama
Sebagai sebuah sistem, sistem ekonomi kapitalis memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan. Kelebihan dari Sistem Ekonomi Kapitalis adalah Pertama, harga ditentukan dan terbentuk atas dasar mekanisme pasar (supply and demand), Kedua, adanya kebebasan bersaing dapat mendorong individu untuk maju, Ketiga, Setiap individu bebas memilih pekerjaan yang sesuai dengan bakat dan keahliannya, keempat, mutu produksi cenderung meningkat karena disesuaikan dengan perkembangan dan selera masyarakat, Kelima, efisiensi produksi dapat ditingkatkan karena pengusaha memiliki kebebasan untuk memilih kombinasi factor produksi yang digunakan, Keenam, persaingan antar pengusaha akan mendorong munculnya inovasi dari para pelaku pasar.
Di samping hal-hal di atas sistim ini juga tidak luput dari kelemahan. Diantara kelemahan-kelemahannya adalah Pertama, adanya kebebasan bersaing sehingga dapat menimbulkan penindasan manusia oleh manusia lain seperti oleh majikan terhadap buruh atau oleh pengusaha yang kuat terhadap pengusaha yang lemah. Kedua, Kesenjangan social dalam arti ketimpangan pendapatan akan mudah terjadi, karena faktor-faktor produksi banyak dikuasai oleh orang kaya dan yang berpunya saja. Ketiga, Konsentrasi modal yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan tertentu dapat menimbulkan iklim usaha yang tidak sehat dan praktek monopoli, Keempat, upaya pemerataan pendapatan sulit diwujudkan karena terlalu mengejar pertumbuhan dan Kelima, kebebasan produksi yang kurang terkendali serta terbatasnya campur tangan pemerintah akan mempermudah timbulnya krisis dan ketidak adilan, Keenam, nilai-nilai agama tidaklah terkait atau berkorelasi dengan prilaku ekonomi.
Sistem Ekonomi Sosialis.
Sistem ini dikenal juga dengan istilah ekonomi perencanaan karena seluruh kegiatan yang berhubungan dengan ekonomi direncanakan serta dilaksanakan oleh pemerintah secara terpusat.
Sistem ekonomi ini mempunyai ciri-ciri, Pertama, peranan pemerintah dalam pengaturan kehidupan ekonomi sangat dominan, Kedua, produksi, distribusi dan konsumsi diatur oleh negara, Ketiga, tingkat harga yang berlaku tidaklah ditentukan oleh mekanisme pasar tetapi oleh negara atau pemerintah, Keempat, hak milik perorangan terhadap alat-alat produksi tidaklah diakui kecuali barang-barang yang sudah dibagikan oleh negara, Kelima, memisahkan kehidupan ekonomi dari kehidupan agama Bahkan dalam sistem ekonomi sosialisme marxisme, kehadiran agama malah tidak diakui sama sekali.
Sistem ini seperti halnya sistem ekonomi Kapitalis juga memiliki kelebihan-kelebihan dan kelemahan-kelemahan. Kelebihan-kelebihan dari sistem ekonomi sosialis adalah Pertama, pemerintah bertanggung jawab penuh terhadap perekonomian dan masalah kemakmuran rakyat, Kedua, Pemerintah dapat menentukan sector produksi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, Ketiga, pengendalian harga tentu akan lebih mudah untuk dilakukan, Keempat, hasil produksi dapat dinikmati secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat karena distribusinya dilakukan secara merata oleh pemerintah, Kelima, tidak ada kelas-kelas (kelompok-kelompok ) yang didasarkan kepada penguasaan asset atau kekayaan dalam masyarakat.
Adapun kelemahan-kelemahan dari sistem ini adalah sebagai berikut : Pertama, hak milik perorangan tidak diakui, Kedua, potensi dan daya kreasi masyarakat tidak dapat dikembangkan secara optimal, Ketiga, peranan pemerintah sangat dominan dalam perekonomian sehingga masyarakat cenderung apatis, dan keempat, semua kebijaksanaan yang ditempuh pemerintah selalu dianggap paling benar. Kelima, Agama tidak memainkan peranan dalam kehidupan ekonomi.
Sistem Ekonomi Campuran dan Neo Liberal
Sistem ekonomi kapitalisme murni dan sosialisme murni saat ini sudah tidak ada, karena masing-masing pengikut dan pendukung sistem tersebut telah merasakan dan menyadari kelemahan-kelemahan dari sistem yang mereka anut dan ikuti. Untuk itu seperti dikatakan oleh Daniel Bell, mereka mencoba mengkonvergensikan atau mencampurkan nilai-nilai dan atau prinsip-prinsip yang ada di dalam kedua sistem tersebut sehingga lahirlah apa yang disebut dengan sistem ekonomi campuran, yaitu suatu sistem ekonomi yang memungkinkan terjadinya persaingan di pasar, tetapi juga memberi peran kepada pemerintah untuk menyehatkan ekonomi, mencegah konsentrasi kekayaan yang terlalu besar di pihak swasta, mengatasi krisis dan membantu golongan yang berekonomi lemah.
Didalam interaksi ini terjadilah tarik menarik dan perebutan pengaruh. Lalu timbullah pertanyaan manakah yang akan lebih besar pengaruhnya ? apakah pasar (liberalism/kapitalisme) atau pemerintah (sosialisme) ? Fukuyama melihat bahwa yang akan terjadi adalah “ kemenangan telak liberalisme politik dan ekonomi”. Oleh karena itu dia yakin bahwa idiologi yang akan menang nanti adalah idiologi yang berhubungan dengan globalisasi pasar bebas atau orang menyebutnya juga dengan idiologi Neo liberal. Bahkan lebih jauh yang bersangkutan menyatakan bahwa mengingat posisi AS sebagai satu-satunya Negara super power maka yang akan terjadi dalam globalisasi tersebut adalah Amerikanisasi.
Apa yang disinyalir oleh Fukuyama, tampaknya memang tidak mudah untuk menampiknya, karena memang realitas dunia saat ini menunjuk kearah itu. Bahkan orang seperti Kenichi Ohmae dan Robert Reich misalnya , yaitu dua tokoh pemikir globalisasi, menyimpulkan bahwa saat ini apa yang namanya borderless world (dunia tanpa batas) sudah terjadi, sehingga menurut mereka integrasi ekonomi dunia dan pasar bebas tidak mungkin lagi dielakkan. Jadi dengan demikian ekonomi global adalah keniscayaan.
Tetapi dipihak lain yang tidak terperhitungkan oleh Fukuyama adalah adanya orang-orang yang akan melakukan perlawanan terhadap kenyataan tersebut karena para tokoh ini melihat globalisasi telah melahirkan sebuah korporatokrasi, yaitu suatu sistem kekuasaan yang dikontrol oleh berbagai korporasi besar, bank-bank internasional dan pemerintahan yang memiliki daya rusak dan bencana yang besar, tidak hanya terhadap kehidupan ekonomi itu sendiri tetapi juga terhadap manusia dan kemanusiaan.
Mengenai bagaimana burukya dampak yang ditimbulkan oleh korporatokrasi ini, David Korten misalnya telah melukiskan korporatokrasi ini seperti sekumpulan makhluk aneh yang bermaksud menduduki planet bumi kita dan mereduksi kita menjadi sekedar budak sahaya dan mengucilkan kita sampai sekecil-kecilnya
Jadi dalam sistem ini, yang namanya manusia atau rakyat, apalagi kedaulatannya telah dicabut dan dipereteli sedemikian rupa. Bahkan yang lebih menyedihkan lagi dengan kekuatan uang yang mereka miliki, mereka telah merugikan kepentingan rakyat banyak sehingga akibatnya dari satu dasawarsa ke dasawarsa berikutnya terlihat secara jelas dimana sebagian besar kekayaan atau asset hanya terpusat dan berputar di segelintir orang saja. Ini terlihat dari data-data statistic yang ada dimana di tahun 1960, sebanyak 20 % penduduk paling atas, berpenghasilan 30 kali lebih besar dari pada 20 % penduduk paling bawah. Hal ini semakin membesar menjadi 32 kali pada 1970, 45 kali pada 1980 dan 60 kali pada 1990. Di akhir dasawarsa 1990an , 20% penduduk dunia yang kebetulan hidup di Negara-negara maju menikmati 86 % penghasilan dunia, sedangkan 20 % paling bawah hanya mendapat 1 % penghasilan dunia. Bahkan yag lebih menyedihkan dan memprihatinkan lagi, sekitar 1.3 milyar atau 1/6 penduduk dunia hanya berpenghasilan kurang dari 1 dollar perhari.
Jadi dengan demikian sistem ekonomi global dan atau neo liberal ini telah melahirkan beberapa masalah mendasar diantaranya yaitu adanya (1). kesenjangan kemakmuran yang tajam antara Negara maju dan Negara yang belum maju, (2). Hubungan antara Negara maju dan yang belum maju adalah lebih banyak disarati oleh hubungan yang bersifat eksploitatif dan atau bersifat menindas, (3). Negara yang belum maju sebagai pihak yang lemah telah kehilangan kedaulatannya dalam arti yang luas.
Dalam konteks inilah kita bisa memahami teriakan dan perlawanan dari Ahmaddinejad, Hugo Chaves,Evo Morales dan Mahathir Muhammad dimana dengan lantang mereka mengkritik Negara-negara maju terutama dalam hal ini Amerika serikat, karena mereka melihat Negara-negara ini telah menjadi Negara yang tidak berhati nurani yang mau mengorbankan jiwa jutaan manusia untuk kepentingan financial profit yang mereka dambakan.
Oleh karena itu mereka mencoba membangun dan mengembangkan sistem ekonomi alternative, yaitu satu sistem ekonomi yang lebih memanusiakan manusia dan lebih mendukung bagi terciptanya lingkungan baik , sehat dan berkeseimbangan. Disinilah agama mulai dilirik orang untuk menjadi solusi dan alternative, seperti terlihat dalam pandangan Myrdal dan EF.Schumacher. Myrdal misalnya telah mengingatkan supaya dunia tidak terseret ke dalam bencana dan malapetaka, maka perlu ada pendekatan agama. Bahkan EF. Schumacher dengan lebih tegas lagi mengemukakan bahwa “ jika engkau tidak mencari kerajaan Tuhan terlebih dahulu ( tentu saja maksudnya adalah juga agama, pen) , barang-baran lain yang juga kau butuhkan itu (tentu, pen) tidak akan kau peroleh.Untuk itu kata EF. Schumacher selanjutnya “ carilah kerajaan Tuhan terlebih dahulu dan segala sesuatunya ini (barang-barang kebendaan yang juga kau butuhkan) akan kau peroleh sebagai tambahan. Disinilah kita melihat momentum bagi sistem ekonomi Islam untuk tampil dan hadir bagi memberikan arti dan makna terhadap kehidupan ekonomi baik dalam skala, nasional, regional maupun global.
Sistem Ekonomi Islam (SEI).
Sistem ini disebut juga dengan sistem ekonomi syariah. Sistem ini merupakan bentuk pengorganisasian ekonomi masyarakat yang di dasarkan kepada ajaran Islam dengan bersumberkan kepada Al Qur'an dan as sunnah.
Sistem ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : Pertama, SEI tidak memisahkan agama dengan kehidupan ekonomi. Oleh karena itu setiap pelaku ekonomi dituntut untuk menjadi khalifatullah fil ardhi, yang menjunjung tinggi keadilan, kebersamaan, kesucian dan hak-hak orang lain. Kedua, Setiap individu bebas memiliki faktor-faktor produksi dan lainnya asal dengan cara yang baik dan halal, Ketiga, dalam kepemilikan individu bila sampai nisabnya ada hak orang lain yang harus di tunaikan berupa zakat dan atau pemberian-pemberian lainnya, Keempat, memberi kebebasan kepada pelaku pasar untuk " bersaing " asal tidak merusak pasar, Kelima, kegiatan ekonomi diserahkan kepada mekanisme pasar tapi bilamana terjadi distrosi terhadap pasar maka pemerintah harus ikut campur, Keenam, akhlak, modal dan skill memegang peranan penting dalam kegiatan perekonomian, Ketujuh Setiap orang memiliki kebebasan untuk melakukan transaksi selama transaksi tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan syara' Kedelapan, kegiatan ekonomi tidak hanya berorientasi kepada profit tetapi juga kepada terciptanya kemashlahatan, baik bagi pribadi, maupun orang lain dan lingkungan serta berfungsi sebagai medium untuk beribadah, Kesembilan, sangat menganjurkan kerjasama dan kemitraan, Kesepuluh, tingkat harga ditentukan oleh pasar, Kesebelas, ada benda-benda tertentu ( seperti air, padang rumput dan api ) yang tidak boleh menjadi milik pribadi ( private good ) tetapi harus menjadi menjadi milik umum ( public good). Kedua belas, dalam setiap transaksi dan atau kegiatan ekonomi tidak boleh terlibat dalam praktek ribawi, maysir, gharar, ihtikar, iktinaz dan perbuatan-perbuatan tercela lainnya. Ketiga belas, tidak boleh terlibat dalam praktek-praktek yang bersifat berlebihan (mubadzir/israf) dan merendahkan martabat manusia dan kemanusiaan serta merusak alam dan lingkungan.
Jadi dari hal-hal di atas terlihat bahwa SEI adalah sistem ekonomi yang menempatkan manusia pada tempatnya yaitu bukan sebagai tuhan bagi dirinya dan atau bagi lainnya, tapi sistem ini ingin menempatkan manusia sebagai khalifatullah fil ardhi, dimana dia dalam segala aktivitasnya termasuk dalam bidang ekonomi, harus mempersembahkan semuanya kepada Tuhannya. Implikasi telogis dan logis dari sikap ini adalah dia harus bisa menjadikan dirinya menjadi diri yang bermanfaat bagi orang lain (khairunnasi anfa’u linnas ). Untuk itu dalam segala bidang kehidupannya termasuk dalam bidang ekonomi, dia tidak boleh berperilaku dengan perilaku yang tercela. Dia harus menampilkan sikap-sikap yang luhur dan terpuji seperti yang dikehendaki dalam kitab suci dan sunnah-sunnah nabi.
Pertanyaannya, bagaimanakah mewujudkan dan mengembangkan sistem ekonomi ini secara baik ? jawabannya tentu sangat tergantung kepada ummat Islam itu sendiri, terutama ormas-ormasnya.
Peran Ormas Islam dalam memajukan dan mengembangkan Ekonomi Islam.
Meskipun Sistem Ekonomi Islam memiliki konsep pengelolaan ekonomi yang lebih holistic, komprehensiv dan manusiawi serta berkeadilan namun hal demikian tidaklah secara otomatis berarti akan membuat ekonomi ummat Islam akan menjadi lebih baik, karena baik dan tidak baiknya ekonomi ummat di samping ditentukan oleh konsepnya yang kuat juga sangat tergantung kepada sejauhmanakah usaha dari ummat Islam itu sendiri terutama ormas-ormasnya mereformasi dirinya ke arah yang lebih sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah dan RasulNya
Disinilah kita melihat ada masalah, karena fenomena yang ada saat ini memperlihatkan bahwa ormas-ormas Islam belum memiliki konsep dan atau pemahaman yang baik tentang apa yang disebut dengan sistem ekonomi Islam atau sistem ekonomi syariah itu sendiri, sehingga akibatnya mereka belum percaya dan belum terdorong untuk memperjuangkannya baik melalui pembuatan undang-undang (regulasi) ataupun dalam mensosialisasikan dan melembagakan kehidupan berekonomi syariah dalam kehidupan keseharian mereka.
Dalam hal pembuatan dan atau amandemen undang-undang misalnya, kita belum melihat keseriusan ormas-ormas Islam untuk melahirkan perundang-undangan yang berkaitan dengan ekonomi syariah, misalnya saat ini yang sedang digarap oleh DPR dan Pemerintah adalah undang-undang jaminan produk halal, amandemen terhadap UU zakat, dll. Kehadiran dan peran ormas Islam dalam mensubstansiasi dan menyumbangkan pemikiran bagi penyusunan dan pembahasan RUU tersebut masih sangat jauh dari yang diharapkan. Peran-peran tersebut lebih banyak dilakukan oleh segelintir tokoh atau perorangan yang memang memiliki komitmen yang tinggi untuk itu.
Dalam kehidupan ekonomi keseharian kita lihat masih banyak ormas Islam yang belum peduli kepada persoalan-persoalan ekonomi ummat dan atau untuk memperjuangkan nilai-nilai yag terkandung dalam ekonomi syariah. Hal ini terlihat dari belum sensitifnya ormas-ormas Islam dalam menanggapi persoalan ketidak adilan ekonomi yang muncul di tengah-tengah kehidupan masyarakat, seperti “tidak adanya” sikap dan langkah-langkah mereka dalam menghadapi praktek-praktek ekonomi yang tidak terpuji seperti terhadap adanya perampasan hak-hak berusaha rakyat kecil, karena tempat-tempat berdagang dan berusaha mereka digusur dan atau dimatikan oleh kehadiran usaha-usaha besar yang lebih bersifat monopolistik yang ada disekitarnya, adanya praktek-praktek ganti rugi terhadap lahan yang dimiliki masyarakat yang sangat tidak berpihak kepada rakyat yang dilakukan oleh para pengembang, tidak adanya lahan yang hendak digarap oleh para petani atau penggarap karena lahan-lahan yang ada telah dikuasai oleh segelintir orang kaya dan ironisnya tanah tersebut dibiarkan terlantar begitu saja.
Ormas-ormas Islam juga belum mampu memperlihatkan sikapnya terhadap kehadiran perusahaan-perusahaan asing, terutama dalam bidang pertambangan yang sangat eksploitatif dan merugikan rakyat. Sebagai contoh kita tahu betapa ganasnya Freeport menguras kekayaan alam Indonesia, sehingga perusahaan tersebut dalam waktu yang sangat singkat terdongkrak menjadi salah satu perusahaan tambang terkaya di dunia, sementara masih banyak orang Papua yang tinggal disekitarnya yang masih memakai koteka. Juga terhadap diberlakukannya pasar bebas, terakhir dengan diberlakukannya perdagangan bebas antara Cina dan Asia Tenggara, yang sangat berdampak buruk terhadap perekonomian nasional terutama terhadap pengusaha kecil dan industry-industri rumah tangga karena barang-barang mereka tidak mampu bersaing dengan produk-produk yang dating dari luar yang harganya jauh lebih murah.
Dan yang tidak kalah mengenaskannya adalah masih banyaknya ormas-ormas Islam yang belum tegas-tegas secara organisatoris mengharamkan praktek bunga bank sehingga akibatnya masih banyak amal usaha dan warganya yang masih mempergunakan jasa bank konvensional bahkan yang mengherankan masih saja ada diantara mereka yang mendirikan serta mempertahankan BPR dan koperasi yang memakai sistem konvensional dan tidak berencana untuk mengkonversinya menjadi BPRS dan atau koperasi syariah.
Berdasarkan kenyataan di atas, dapatlah diketahui bahwa adalah jelas tidak mudah bagi kita ummat Islam untuk memajukan ekonomi syariah di negeri ini, karena selain dia akan menghadapi masalah-masalah eksternal juga yang tidak kalau beratnya adalah bagaimana ummat Islam terutama ormas-ormasnya mampu membenahi masalah-masalah internalnya.
Sekedar untuk renungan tentang betapa sulit dan beratnya medan perjuangan yang harus dihadapi ummat, mungkin barangkali data yang ada tentang perbankan syariah saat ini, dimana pangsa pasarnya setelah lebih dari satu dasawarsa masih saja berkutat diangka sekitar 3 %, ini jelas menunjukkan bahwa untuk menerapkan sistem perbankan syariah jelas tidaklah mudah. Apalagi kalau kita bicara tentang ekonomi syariah masalahnya tentu jauh lebih rumit dan berat lagi karena luasnya
Untuk itu bagi mendorong dan memajukan ekonomi Islam atau ekonomi syariah di negeri ini diperlukan sejumlah langkah. Diantara langkah-langkah penting yang harus dilakukan ummat terutama oleh ormas-ormasnya untuk mencapai tujuan tersebut adalah : Pertama, Merumuskan dan mengembangkan konsep Sistem Ekonomi Islam (SEI) serta kelembagaannya secara baik sehingga jelas perbedaannya dengan sistem ekonomi kapitalis dan sosialis atau dengan sistem ekonomi campuran dan neoliberal yang sedang berkembang saat ini baik dalam dataran filosofis, nilai-nilai dasar dan nilai-nilai instrumental serta paradigm etiknya. Dari sini diharapkan ummat Islam akan memiliki kepercayaan dan keyakinan bahwa sistem ekonomi Islam itu adalah sebuah sistem ekonomi yang terbaik dan mampu menjadi solusi bagi perekonomian dunia. Kedua, menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran ummat akan arti pentingnya kita mendorong dan mengimplementasikan konsep dan nilai-nilai yang ada dalam SEI tersebut dalam memecahkan masalah-masalah ekonomi yang ada karena tanpa itu adalah tidak mungkin bagi kita untuk menjalankan sistem ekonomi Islam ini dengan baik, apalagi kalau kita mereduksi persoalan ekonomi Islam itu hanya terbatas kepada masalah riba dan atau bunga bank saja. Ketiga, membenahi dan mereformasi manajemen pengelolaan ekonomi yang ada selama ini ke arah yang lebih sempurna dengan melaksanakan semua perintah Allah dan menjauhi segala larangannya dalam setiap bidang kehidupan dan kegiatan yang dilakukan. Keempat, mendorong dan mendukung lahirnya produk-produk hukum yang selaras dan sejalan dengan tujuan dan nilai-nilai ajaran Islam, agar kegiatan dan aktivitas ekonomi ummat mempunyai payung dan landasan hukum yang kuat. Secara konstitusional dan politis mungkin akan lebih mudah bagi ummat Islam untuk merujuk saja kepada pasal 33, 34 dan 27 ayat 2 dari UUD 45, karena isi dan kandungan dari pasal-pasal tersebut sudah sangat sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam ajaran Islam. Kelima, menciptakan rasa aman pada kelompok-kelompok masyarakat non muslim atau negara-negara lain agar tidak ada resistensi atau penolakan terhadap cara-cara atau langkah-langkah yang dilakukan, atau dengan kata lain, ummat Islam, terutama ormas-ormasnya harus bisa meyakinkan ummat dari agama lain bahwa apabila SEI itu diimplementasikan dengan baik maka dia tidak akan merugikan mereka bahkan dia akan menjadi rahmat bagi sekalian alam. . Keenam, membangun dan mengembankan secara baik kelembagaan ekonomi ummat untuk mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan ekonomi mereka agar lebih berdaya guna, seperti membangun dan mengembangkan perbankan syariah, lembaga keuangan mikro syariah, asuransi syariah, reksadana syariah, obligasi syariah (sukuk), tabung haji, dll., dan juga membangun dan mengembangkan lembaga-lembaga yang mengurusi masalah zakat, infak, sedekah dan wakaf serta lainnya, secara baik dan bertanggung jawab. Ketujuh, membangun dan mengembangkan jaringan dan kerjasama regional dan internasional dengan negara-negara lain, terutama dengan negara-negara Islam agar terbangun sinergi dan kekuatan yang lebih diperhitungkan dan bermashlahat tinggi. Kedelapan, meminimalisir pengaruh dan dominasi dari Sistem-sistem ekonomi lain terutama dari sistem ekonomi kapitalis dan atau neoliberal agar kelancaran jalannya sistem yang diinginkan tidak terlalu terganggu. Untuk itu keseriusan ummat terutama ormas-ormas Islam dalam menghentikan semua bentuk transaksi dan atau kegiatan ekonomi yang bertentangan dengan syariat Islam menjadi sesuatu yang mutlak dan tidak dapat ditawar-tawar.
Bila hal-hal di atas dapat dilakukan maka tidak mustahil peluang bagi terlaksananya sistem ekonomi Islam yang dicita-citakan tersebut akan terbuka secara lebar. Tetapi bila hal demikian tidak dapat terpenuhi maka tentu peluangnya akan menjadi kecil, dan ini tentu saja jelas tidak diharapkan.
Untuk itu adanya upaya bagi menciptakan Taswiyatul manhaj wa tansiqul harakah atau penyamaan visi, misi, pandangan dan pola pikir serta adanya dinamisasi dan harmonisasi kegiatan dan aktivitas di kalangan dan antara ummat terutama di kalangan dan antara ormas-ormas Islam - seperti yang disimpulkan oleh ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI seluruh Indonesia kedua di Ponorogo Jatim tahun 2006 - menjadi sesuatu yang bersifat imperative atau tidak terelakkan., karena dari sanalah diharapkan ummat Islam akan bisa menata diri dan membangun kekuatannya sehingga membuka peluangnya untuk meraih kembali kemajuan yang memang sudah pernah digenggamnya.
Surakarta, 3 April 2010
Daftar Pustaka
- Anwar Abbas, Bung Hatta dan Ekonomi Islam, pergulatan menangkap makna keadilan dan kesejahteraan, LP3M STIEAhmad Dahlan Jakarta, Jakarta, 2008.
- Jan-Erik Lane dan Svante Ersson, Ekonomi Politik Komparatif, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1994.
- Mohammad Amien Rais, Agenda-Agenda Mendesak Bangsa, Selamatkan Indonesia, PPSK Press, Yogjakarta, 2008.