BISNIS PENUKARAN
UANG, HALAL/HARAM
OLEH : M. AFIF
SETYAWAN
Bulan
Ramadhan tinggal sebentar lagi, banyak sekali bermunculan fenomena ramadhan di
Indonesia, salah satunya bisnis penukaran uang rupiah cetakan baru. Biasanya bisnis
penukaran rupiah itu berlangsung di jalan raya, dimana ada beberapa orang
menjajakan sebendel uang kertas yang telah dibungkus rapi, dari uang pecahan
1000an, 2000an hingga 20000. Pelanggannya tentu orang-orang yang hendak berhari
raya dengan membagi angpao kepada tamu, anak-anak, keluarga maupun tetangga
sebelah. Untuk bagi angpao itu biasanya orang tidak sempat bila harus mengantri
di loket penukaran uang yang ada di bank. Untuk itulah jasa para calo penukaran
uang ini dibutuhkan. Inilah salah satu peluang bisnis sekaligus pernik ramadhan
yang mungkin hanya ada di negeri kita tercinta ini. Yang menjadi pertanyaan
adalah bisnis penukaran uang ini halal/haram?. Majelis Ulama Indonesia di
beberapa tempat telah mengeluarkan fatwa bahwa praktik transaksi seperti ini
hukumnya haram. Keharamannya terletak pada aspek riba dalam transaksi penukaran
uang yang tak sepadan nilainya sehingga ada pihak yang dirugikan.
Dalam
pandangan orang awam transaksi ini dipandang biasa saja dan bisa dikatakan hal
yang lumrah. Mereka menganggap kelebihan uang tersebut sebagai upah atau jasa
ongkos penukaran. Seharusnya kita bisa membedakan mana yang termasuk jual beli
dan tukar menukar. Jika kita menukar rupiah dengan mata uang asing kita
menggunakan jual beli, karena kurs serta jenis mata uangnya berbeda. Sedangkan tukar
menukar rupiah kita menggunakan tukar menukar bukan jual beli, karena nilai
serta mata uangnya sama. Meskipun yang satu cetakan baru dan bersih, sedangkan
yang lama lusuh dan kotor. Bukankah uang lama/baru nilainya sama saja?,
sehingga jelas dalam transaksi ini terdapat unsur riba yang haram hukumnya.
Tidak
bisa kita beralasan bahwa kelebihan uang yang 10% atau lebih itu sebagai jasa
untuk si calo. Jika memang itu adalah uang jasa mengapa terus ditentukan
nominalnya bahwa setiap penukaran 100rb harus membayar 10% yaitu sekitar 10rb?,
jika kita mau menukar 1juta berarti harus merogoh kocek sebesar 100rb sebagai
uang jasa?, seharusnya kalau mau dianggap sebagai uang jasa maka cukup
menentukan berapa ongkos per transaksi tanpa peduli berapa nominal yang
ditukar. Misalnya jika kita ingin menukar uang 5juta, kita juga membayar 5juta
ditambah berapa ongkos jasa sesuai kesepakatan. Dalam hal ini transaksi ini
dibolehkan karena tidak ada yang dirugikan.
Maraknya
fenomena tersebut harusnya membuat pemerintah peka dengan kegiatan ekonomi
disekitar. Pasalnya jika pemerintah membiarkan praktik transaksi tersebut
artinya sama saja pemerintah membiarkan riba terus berkembang di Indonesia. Sudah
seharusnya pemerintah menyuruh bank milik pemerintah untuk membuka stand
penukaran uang di desa, pasar tradisional maupun tempat yang strategis agar
memudahkan masyarakat dalam menukarkan uang. Selain itu, kegiatan tersebut juga
menjaga masyarakat agar tidak selalu menggunakan jasa calo yang dalam
transaksinya terdapat unsur riba didalam transaksinya. Selain itu para ulama
seharusnya juga harus selalu mensosialisasikan tentang haramnya penukaran uang
yang didalamnya ada unsur riba agar kesucian bulan ramadhan tidak ternodai
dengan kemaksiatan dan kebobrokan ekonomi.