Inovasi
dan optimalisasi produk pada Lembaga Keuangan Syari’ah di Indonesia
Oleh
: Muhammad Ariyadi
Ketersediaan
peluang bagi setiap orang untuk hidup sejahtera dengan pendistribusian
pendapatan serta kekayaan yang merata. Bagaimanapun belum ada sebuah negara di
dunia ini yang sudah dapat merealisasikan sasaran materiil ini, walaupun
kinerja negara-negara ekonomi pasar berlangsung baik namun mereka masih
mengalami kegagalan-kegagalan dalam mewujudkan sasaran-sasaran materiil yang
diinginkan. Kegagalan-kegagalan mereka justru malah lebih tampak dengan adanya
ketidakstabilan ekonomi dan ketidakseimbangan makro ekonomi yang digambarkan
melalui tingginya frekuensi fluktuasi ekonomi, laju inflasi dan pengangguran
yang tinggi. Negara yang sedang berkembang jauh lebih diselimuti oleh
persoalan-persoalan cicilan utang luar negeri yang mengancam bukan saja masa
depan pembangunan mereka, tetapi juga kesehatan dan kelangsungan sistem
keuangan internasional.1
Indonesia termasuk negara berkembang yang
tentunya masuk dalam kategori negara yang masih berhutang dengan negara lain.
Belum mampu memberikan pinjaman (pembiayaan) kepada negara lain. Dalam
perjalanannya pemerintah Indonesia melakukan inovasi dalam kebijakan
moneternya. Diantara kebijakan tersebut adalah mulai dimasukkannya sistem
ekonomi Islam di dalam lembaga keuangan syariah bank maupun non bank. Bentuk
keseriusan pemerintah menggunakan sistem ekonomi Islam ini telah diterbitkannya
UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Patut diapresiasi dan kita
dukung kebijakan pemerintah ini disamping mayoritas masyarakat di Indonesia
adalah pemeluk agama Islam sehingga kedepannya kita harapkan perkembangan
ekonomi Indonesia menjadi lebih baik. Dalam konsep sistem ekonomi Islam ini
diharapkan umat manusia dapat menjalankan kegiatan ekonomi (muamalah) dengan
tujuan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat (falah). Dari konsep ekonomi
Islam ini penulis yakin bahwa masyarakat Indonesia dalam keadaan sadar meyakini
setiap kegiatan transaksi yang dilakukan di lembaga keuangan syariah bank
maupun non bank hanya untuk mencari keberkahan Allah swt. Yang menjadi
pertanyaan penulis adalah; apakah sebaliknya pengelola lembaga keuangan syariah
bank maupun non bank juga bertujuan sama mencari keberkahan Allah swt?. Penulis
melihat kebanyakan pengelola lembaga keuangan syariah bank maupun non bank
masih kurang memfokuskan tujuannya pada sistem ekonomi Islam untuk kemaslahatan
umat. Alasan penulis adalah lembaga keuangan syariah bank maupun non bank
kebanyakan masih menggunakan angka atau prosentase dalam mengambil keuntungan
di setiap transaksinya. Salah satu yang masih menjadi persoalan menurut
pandangan masyarakat adalah mengenai pembiayaan pada bank syari’ah yang lebih
besar daripada bank konvensional. Hal ini seharusnya tidak terjadi di Indonesia
yang mayoritas masyarakatnya adalah muslim. Situasi seperti ini terjadi karena
beberapa faktor yang diantaranya adalah belum adanya transformasi pemahaman
tentang sistem ekonomi Islam khususnya pada lembaga keuangan syariah bank. Pada
kegiatan pembiayaan produk-produk di
lembaga keuangan syari’ah bank lebih mengutamakan produk dengan akad murabahah
(jual-beli).
Penulis berharap pengelola lembaga keuangan
syariah bank maupun non bank melakukan inovasi produk pembiayaannya yang lebih
mengutamakan pada produk dengan akad musyarakah (kerjasama dua
pihak atau lebih dengan sama-sama menyertakan modal) atau produk
dengan akad mudharabah (kerjasama pihak pertama menyediakan modal
dan pihak kedua menyediakan keahlian mengelola modal). Produk pembiayaan ini
lebih mengedepankan asas kepercayaan dan kemaslahatan umat. Pada realitanya
Indonesia dalam menetapkan kebijakan makro ekonomi di sektor moneter pemerintah
Indonesia masih menggunakan sistem konvensional. Keadaan ini salah satu faktor
yang dapat mempengaruhi kinerja pada lembaga keuangan syariah. Karena lembaga
kuangan syariah masih menjadi sub-sistem penyokong pertumbuhan ekonomi di
Indonesia.
Walaupun di Indonesia saat ini terjadi
perlambatan pertumbuhan ekonomi, namun potensi perkembangan sektor jasa
keuangan syari’ah sangatlah besar untuk dikembangkan dalam hal ini respon
pemerintah dalam menanggapi potensi jasa keuangan syari’ah pun terbukti dengan
dibentuknya Komite Nasional Keuangan Syari’ah (KNKS) pada tanggal 5 januari
2016 kemarin yang diharapkan mampu menjadi tonggak dalam memperbaiki
perekonomian Indonesia khususnya sektor jasa keuangan syari’ah dan mampu
mengembangkan lagi produk-produk perbankkan termasuk didalammya tata
kelola,SDM, optimalisasi zakat dan wakaf serta hal lain yang berhubungan dengan
keuangan syari’ah yang dibarengi dengan edukasi kepada masyarakat sehingga
masyarakat bisa faham akan keunggulannya dan tertarik terhadap jasa keuangan
syari’ah agar dapat terciptanya perekenomian yang lebih baik dan terus
berkembang secara berkesinambungan.2