"MEKANISME PASAR DALAM ISLAM"
oleh :
SEKAR CAHYANI ARUMDALU
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah agama yang selain bersifat syumuliyah (sempurna) juga harakiyah (dinamis), disebut sempurna karena islam merupakan agama penyempurna dari agama-agama sebelumnya dan syari’atnya mengatur seluruh aspek kehidupan, baik yang bersifat aqidah maupun muamalah. Dalam kaidah muamalah, islam mengatur segala bentuk perilaku manusia dalam berhubungan dengan sesamanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di dunia, termasuk di dalam kaidah islam yang mengatur tentang pasar dan mekanismenya.
Pasar adalah tempat dimana antara penjual dan pembeli bertemu dan melakukan transaksi jual beli barang atau jasa. Pentingnya pasar dalam islam tidak terlepas dari fungsi pasar sebagai wadah bagi berlangsungnya kegiatan jual beli, adapun aturan, norma yang terkait dengan masalah pasar. Dengan fungsi di atas pasar jadi rentan dengan sejumlah kecurangan dan juga perbuatan ketidakadilan yang mendzalimi pihak lain, maka pasar tidak terlepas dengan sejumlah aturan syariat yang terkait dengan pembentukan harga dan terjadinya transaksi di pasar. Dalam istilah lain dapat disebut sebagai mekanisme pasar menurut islam.
Dalam catatan sejarah memaparkan bagaimana Rasulullah SAW menghargai mekanisme pasar sebagai sebuah sunatullah yang harus dihormati. Pandangan tentang pasar akan dijabarkan dari beberapa pemikir besar muslim seperti Abu Yusuf, Al-Ghazali, Ibn Khaldun, Ibn Taimiyah. Pemikiran mereka tentang pasar ternyata merupakan kekayaan khasanah intelektual yang sangat berguna pada masa kini dan masa depan.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian tentang Pasar dan Mekanisme pasar
2. Bagaimana konsep mekanisme pasar pada masa Rasulullah dan para pemikir ekonomi islam
3. Menjelaskan tentang prinsip-prinsip mekanisme pasar
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui tentang apa itu pasar dan mekanisme pasar dalam islam serta prinsip-prinsipnya
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN PASAR DAN MEKANISME PASAR
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, disebutkan bahwa pasar adalah tempat orang berjual beli, menurut istilah adalah sebuah mekanisme pertukaran barang dan jasa yang alamiah dan telah berlangsung sejak peradaban awal manusia. Sedangkan menurut pendapat lain dalam kajian ekonomi, pasar adalah suatu tempat atau proses interaksi antara permintaan (pembeli) dan penawaran (penjual) dari suatu barang atau jasa tertentu, sehingga akhirnya dapat menetapkan harga keseimbangan (harga pasar) dan jumlah yang diperdagangkan. [1]
Mekanisme pasar adalah terjadinya interaksi antara permintaan dan penawaran yang akan menentukan tingkat harga tertentu. Adanya interaksi tersebut akan mengakibatkan terjadinya proses transfer barang dan jasa yang dimiliki oleh setiap objek ekonomi (konsumen, produsen, pemerintah). Dengan kata lain, adanya transaksi pertukaran yang kemudian disebut sebagai perdagangan adalah salah satu syarat utama dari berjalannya mekanisme pasar. [2]
Islam menempatkan pasar pada kedudukan yang penting dalam perekonomian. Praktik ekonomi pada masa Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin menunjukkan adanya peranan pasar yang besar. Rasulullah sangat menghargai harga yang dibentuk oleh pasar sebagai harga yang adil. Beliau menolak adanya intervensi harga. Pasar disini mengharuskan adanya moralitas, kejujuran, keterbukaan dan keadilan. Jika nilai-nilai ini ditegakkan, maka tidak ada alasan untuk menolak harga pasar.
B. PASAR PADA MASA RASULULLAH
Pasar memegang peranan penting dalam perekonomian masyarakat muslim pada masa Rasulullah saw. dan Khulafaur Rasyidin. Bahkan Nabi Muhammad saw sendiri pada awalnya adalah seorang pebisnis, demikian pula Khulafaur Rasyidin dan para sahabat lainnya. Setelah menjadi Rasul, Nabi Muhammad saw tidak lagi menjadi pebisnis secara aktif, karena situasi dan kondisi perkembangan islam di Mekkah yang tidak memungkinkan, sehingga perjuangan dakwah menjadi prioritas beliau. Ketika beliau dan kaum muhajirin berhijrah ke madinah, peran Rasulullah bergeser menjadi pengawas pasar atau al-Muhtasib. Beliau mengawasi jalannya mekanisme pasar di Madinah dan sekitarnya agar tetap berlangsung secara islami.
Pada saat itu mekanisme pasar sangat dihargai, beliau menolak untuk menetapkan harga manakala tingkat harga di madinah pada saat itu tiba-tiba naik. Sepanjang kegiatan permintaan dan penawaran yang murni, tidak adanya dorongan-dorongan monopolistik, maka tidak ada alasan untuk tidak menghargai pasar. Konsep islam menegaskan bahwa pasar harus berdiri di atas prinsip persaingan bebas, namun bukan berarti kebebasan tersebut berlaku mutlak, akan tetapi kebebasan yang didasarkan pada aturan syariah. Dalam suatu hadits dijelaskan bahwa pasar merupakan hukum alam (sunnatullah)yang harus dijunjung tinggi. Tak seorang pun secara individual dapat mempengaruhi pasar, sebab pasar adalah kekuatan kolektif yang telah menjadi ketentuan Allah SWT. Pelanggaran terhadap harga pasar, misalnya penetapan harga dengan cara karena alasan yang tidak tepat, merupakan suatu ketidak adilan yang akan dituntut pertanggungjawabannya dihadapan Allah.
Penghargaan islam terhadap mekanisme pasar berdasarkan pada ketentuan Allah SWT, bahwa perniagaan harus dilakukan secara baik dengan rasa suka sama suka serta nilai moralitas mutlak harus ditegakkan. Secara khusus nilai moralitas yang mendapat perhatian penting dalam pasar adalah persaingan yang sehat, kejujuran, keterbukaan dan keadilan. Konsep mekanisme pasar dalam islam dapat dirujuk kepada hadits Rasulullah saw. sebagaimana disampaikan oleh Anas RA, sehubungan dengan adanya kenaikan harga-harga barang di kota madinah, dengan hadits ini terlihat dengan jelas bahwa islam jauh lebih dahulu mengajarkan konsep mekanisme pasar dari Adam Smith, dalam ahdits tersebut artinya “Harga melambung pada zaman Rasulullah SAW. Orang-orang ketika itu mengajukan saran kepada Rasulullah dengan berkata “ya Rasulullah hendaklah engkau menentukan harga”, Rasulullah SAW berkata “sesungguhnya Allah-lah yang menentukan harga yang menahan, melapangkan dan memberi rezeki. Sangat aku harapkan bahwa kelak aku menemui Allah dalam keadaan tidak seorang pun dari kamu menuntutku tentang kezaliman dalam darah maupun harta “.
Inilah teori ekonomi islam mengenai harga, Rasulullah SAW dalam hadits tersebut tidak menentukan harga ini menunjukkan bahwa ketentuan harga diserahkan kepada mekanisme pasar yang alamiah. Jadi teori nabi tentang harga dan pasar, mengandung pengertian bahwa harga pasar itu sesuai dengan kehendak Allah yang sunnatullah atau hukum supply dan demand. Menurut pakar ekonomi islam kontemporer, teori inilah yang diadopsi oleh bapak ekonomi barat yaitu Adam Smith dengan nama teori invisible hands. Menurut teori ini, pasar akan diatur oleh tangan-tangan tidak kelihatan (invisible hands). Bukankah teori invisible hands itu lebih tepat dikatakan God Hands (tangan-tangan Allah).
Nabi menghendaki terjadinya persaingan pasar yang adil di Madinah, untuk itu beliau menerapkan sejumlah aturan agar keadilan bisa berlangsung. Diantara aturan itu adalah : melarang Tallaqi Rukban, yakni menyongsong khalifah di luar kota, mengurangi timbangan yang dilarang karena itu berarti barang dijual dengan harga sama tetapi jumlah sedikit, dan menyembunyikan cacat barang itu dilarang karena itu berarti penjual mendapat harga baik dari harga yang buruk.[3]
C. PASAR DALAM PANDANGAN PEMIKIR EKONOMI ISLAM
1. Mekanisme Pasar Menurut Abu Yusuf (731-798 M)
Abu Yusuf tercatat sebagai ulama terawal yang mulai menyinggung mekanisme pasar. Pemikiran Abu Yusuf tentang pasar dapat dijumpai di dalam bukunya Al-Kharaj yang membahas prinsip-prinsip perpajakan dan anggaran negara yang menjadi pedoman kekhalifahan Harun Al Rasyid di Baghdad, ia menyimpulkan bekerjanya hukum permintaan dan penawaran pasar dalam menentukan tingkat harga. Selain itu didalam bukunya juga dijelaskan bahwa, harga bukan hanya ditentukan oleh penawaran, tetapi juga dalam permintaan harga barang tersebut. Bahkan Abu Yusuf mengindikasikan adanya variabel-variabel lain yang juga turut mempengaruhi harga, misalnya jumlah uang beredar, penimbunan atau penahanan suatu barang.[4]
Pandangan Abu Yusuf tersebut menunjukkan adanya hubungan negatif antara persediaan dengan harga. Hal ini merupakan bahwa harga itu tidak tergantung pada supply itu sendiri, sama pentingnya agar kekuatan permintaan. Oleh karena itu, bertambahnya dan berkurangnya harga semata-mata tidak berhubungan dengan bertambahnya dan berkurangnya dalam produksi. Abu Yusuf menyatakan “tidak ada batasan tertentu tentang murah dan mahal yang dapat dipastikan. Hal tersebut ada yang mengaturnya. Prinsipnya tidak bisa diketahui. Murah bukan karena melimpahnya makanan, demikian juga mahal tidak disebabkan karena kelangkaan makanan. Murah dan mahal merupakan ketentuan Allah, kadang-kadang makanan sangat sedikit tetapi murah.”
Menurut Abu Yusuf harga tidak bergantung pada penawaran saja, tetapi juga bergantung pada kekuatan permintaan, beliau menegaskan bahwa ada beberapa variabel lain yang mempengaruhi, tetapi beliau tidak menjelaskan lebih rinci. Menurut Muhammad Nejatullah Shiddiqi, pernyataan Abu Yusuf harus diterima sebagai pernyataan hasil pengamatanya saat itu, yakni keberadaan yang sama antara melimpahnya barang dan tingginya harga serta kelangkaan barang dan harga rendah.[5]
2. Evolusi Pasar Menurut Al- Ghazali (1058-1111 M)
Secara eksplisit Al- Ghazali mengaitkan segala kegiatan ekonomi dengan moral dan akhlak yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadits yaitu berdasarkan prinsip tauhid dan dalam kaitannya dengan mekanisme pasar. Dalam kitab Al-Ihya Ulumuddin karya Al- Ghazali banyak membahas topik-topik ekonomi, termasuk pasar. Dalam karyanya tersebut membicarakan barter dan permasalahannya, pentingnya aktivitas perdagangan dan evolusi terjadinya pasar, termasuk bekerjanya kekuatan permintaan dan penawaran dalam mempengaruhi harga. Menurutnya pasar merupakan bagian dari keteraturan alami.
Al- Ghazali menjelaskan tentang kurva penawaran dan permintaan yang ber-slope positif, untuk kurva penawaran “yang naik dari kiri ke bawah ke kanan atas”, dinyatakan dalam kalimat “jika petani tidak mendapatkan pembeli bagi barangnya/produknya, ia akan menjualnya pada harga yang sangat rendah”. Sementara untuk kurva permintaan, “yang turun dari atas ke kanan bawah”, dijelaskan dengan kalimat , harga dapat diturunkan dengan mengurangi permintaan.
Pemikiran Al- Ghazali tentang hukum penawaran dan permintaan memiliki wawasan tentang konsep elastisitas permintaan, ia menyatakan bahwa “mengurangi margin keuntungan dengan mengurangi harga akan meningkatkan volume penjualan, sehingga akan terjadi peningkatan laba”. Al- Ghazali juga menyadari permintaan harga inelastis yang merupakan kebutuhan pokok, sehingga laba harus seminimal mungkin untuk mendorong perdagangan makanan, karena dapat terjadi eksploitasi melalui penerapan tingkat harga dan laba yang berlebihan.
Sebagaimana para ilmuwan lain pada zamannya, Al- Ghazali membahas permasalahan harga yang selalu dikaitkan dengan laba, tetapi ia belum mengkaitkan harga barang dengan pendapatan dan biaya-biaya. Bagi Al- Ghazali keuntungan merupakan kompensasi dari kesulitan perjalanan, resiko bisnis dan ancaman keselamatan pedagang. Menurutnya motif berdagang adalah mencari keuntungan, tetapi ia tidak setuju dengan keuntungan yang besar, sebagaimana yang diajarkan kapitalisme. Al- Ghazali dengan tegas menyebutkan bahwa keuntungan bisnis yang ingin dicapai seorang pedagang adalah keuntungan dunia akhirat, bukan keuntungan dunia saja. [6]
3. Pemikiran Ibnu Taimiyah (1263-1328 M)
Ibnu Taimiyah adalah seorang fuqoha yang mempunyai karya pemikiran dalam berbagai bidang ilmu yang luas, termasuk dalam bidang ekonomi. Dalam buku Al-Hisbah Fi’l Islam dan As-Siyasah Ash-Shar’iyah fi Islah Ar-Ra’I wa Ar-Ra’iyah (Legal Policies to Reform the Rulers and the Ruled), beliau banyak membahas problema ekonomi yang dihadapi saat itu, baik dalam tinjauan sosial maupun hokum (fiqh) islam. Karyanya banyak mengandung ide yang berpandangan ke depan, sebagaimana banyak dikaji oleh ekonom Barat, karyanya juga mencakup aspek makro dan mikro ekonomi.
Ibnu Taimiyah telah membahas pentingnya suatu persaingan dalam pasar yang bebas, peranan market dan lingkup dari peranan Negara. Beliau mengatakan, bahwa di dalam sebuah pasar bebas, harga dipengaruhi dan dipertimbangkan oleh kekuatan penawaran dan permintaan. Suatu barang akan turun harganya bila terjadi keterlimpahan dalam produksi atau adanya penurunan impor atas barang yang dibutuhkan, dan sebaliknya beliau mengungkapkan bahwa suatu harga bisa naik karena adanya penurunan jumlah barang yang tersedia atau adanya peningkatan jumlah penduduk yang mengindikasikan terjadinya peningkatan permintaan. Ibnu taimiyah mengatakan bahwa naik turunnya harga tidak selalu disebabkan oleh tindakan sewenang-wenang dari penjual, bias jadi penyababnya adalah penawaran yang menurun akibat inefisiensi atau pemborosan produksi, penurunan jumlah impor barang yang sudah di minta atau karna tekanan pasar.
Oleh karena itu, jika permintaan terhadap barang meningkat dan penawaran turun, maka harga barang akan naik. Begitu juga sebaliknya, jika permintaan menurun dan penawaran barang meningkat maka harga barang akan turun. Beliau menyebutkan 2 sumber persediaan yaitu: produksi lokal, dan impor barang yang di minta. Terjadinya perubahan dalam penawaran, digambarkan sebagai peningkatan atau penurunan dalam jumlah barang yang di tawarkan, sedangkan perubahan permintaan sangat ditentukan oleh konsumen.
Permintaan akan barang sering berubah-ubah, perubahan itu di sebabkan beberapa factor yaitu, keinginan masyarakat terhadap berbagai jenis barang yang berbeda dan selalu berubah-ubah, jumlah peminat terhadap suatu barang, kuat atau lemahnya terhadap kebutuhan suatu barang, kualitas pembeli barang tersebut, jenis pembayaran yang digunakan dalam transaksi dan besar kecilnya biaya yang harus di gunakan oleh produsen atau penjual. Ibnu taimiyah secara umum sangat menghargai arti penting harga yang terjadi karena mekanisme pasar yang bebas. Beliau menolah segala campur tangan untuk menekan atau menetapkan harga sehingga mengganggu mekanisme yang bebas.[7]
Faktor lain yang mempengaruhi permintaan dan penawaran pasar, yaitu : intensitas dan besarnya permintaan, kelangkaan dan melimpahnya barang, kondisi kredit atau pinjaman dan diskonto pembayaran tunai. Dalam persaingan dan ketidaksempurnaan dalam pasar, Ibn Taimiyah tidak pernah menggunakan istilah “persaingan”, sebaliknya beliau menjelaskan keadaan persaingan sempurna yang sekarang menjadi jargon ekonomi kontemporer, hal ini jelas menunjukkan bahwa ia menyadari adanya asumsi mengenai “persaingan pasar”. [8]
4. Mekanisme Pasar Menurut Ibnu Khaldun (1332-1383 M)
Selain Abu Yusuf, Al-Ghazali, Ibnu taimiyah, intelektual muslim yang juga membahas mekanisme pasar adalah Ibnu Khaldun. Beliau membagi jenis barang menjadi 2 macam yaitu, barang kebutuhan pokok, dan barang mewah. Menurutnya, bila suatu kota berkembang dan populasinya bertambah, maka persediaan pengadaan barang kebutuhan pokok melebihi kebutuhan, sehingga penawaran meningkat dan akibatnya harga menjadi turun, sedangkan barang mewah, permintaannya akan meningkat sejalan dengan perkembangan kota dan gaya hidup. Akibatnya, harga barang mewah menjadi naik.
Pemikiran Ibnu Khaldun tentang pasar termuat dalam buku monumental, yaitu al-muqaddimah, terutama dalam bab harga-harga di kota. Dalam buku tersebut mendeskripsikan tentang pengaruh kenaikan dan penurunan penawaran terhadap tingkat harga. Beliau menyatakan “Ketika barang-barang yang tersedia sedikit, maka harga-harga akan naik. Namun, bila jarak antar kota dekat dan aman untuk melakukan perjalanan, maka akan banyak barang yang diimpor sehingga ketersediaan barang-barang akan melimpah dan harga-harga akan turun.”
Ibnu Khaldun juga telah membahas teori permintaan dan penawaran sebagaimana seperti Al-Ghazali dan Ibnu Taimiyah. Keuntungan yang wajar akan mendorong tumbuhnya perdagangan, sedangkan keuntungan yang sangat rendah akan membuat lesu perdagangan. Karena pedagang kehilangan motivasi untuk kerja. Sebaliknya jika pedagang mengambil keuntungan yang sangat tinggi, juga akan membuat lesu pedagangan karena lemahnya permintaan dari konsumen.
Berdasarkan kajian para ulama klasik tentang mekanisme pasar tersebut, maka Muhammad Najatullah Shiddiqi dalam buku The Economic Entreprise in Islam menyatakan tentang “ system pasar dibawah pengaruh semangat islam berdasarkan dua asumsi, asumsi itu adalah rasionalitas ekonomi dan persaingan sempurna. Berdasarkan asumsi ini, system pasar dibawah pengaruh semangat islam dapat dianggap sempurna. System ini menggambarkan keselarasan antar kepentingan para konsumen.” [9]
Yang dimaksud dengan rasionalitas ekonomi adalah upaya-upaya yang dilakukan oleh produsen dan konsumen dalam rangka memaksimumkan kepuasannya masing-masing. Pencapaian terhadap kepuasan sebagaimana tersebut tentunya harus dip roses dan di tindak lanjuti secara berkesinambungan dan masing- masing pihak hendaknya mengetahui dengan jelas apa dan bagaimana keputusan yang harus di ambil dalam pemenuhan kepuasan ekonomi tersebut. Menurut pandangan islam yang dipeerlukan adalah suatu peraturan secara benar serta di bentuknya suatu system kerja yang berfifat produktif dan adil demi terwujudnya pasar yang normal. Sifat produktif itu hendaklah dilandasi dengan sikap dan niat yang baik guna untuk terbentuknya pasar yang adil.
Dengan demikian modal dan pola yang dikehendaki adalah system oprasional pasar yang normal. Dalam hal ini Muhammad Nejatullah Shidiqi menyimpulkan bahwa ciri-ciri pendekatan islam dalam hal mekanisme pasar adalah:
1. Penyelesaian masalah ekonomi yang asasi (konsumsi, produksi, dan distribusi) dikenal sebagai tujuan mekanisme pasar
2. Dengan berpedoman ajaran islam para konsumen di harapkan, bertingkahlaku sesuai dengan mekanisme pasar, sehingga dapat mencapai tujuan yang dinyatakan di atas
3. Jika perlu, campur tangan Negara sangat penting diberlakukan untuk normalisasi dan memperbaiki mekanisme pasar yang rusak sebab Negara adalah penjamin terwujudnya mekanisme pasar yang normal
Maka, mekanisme pasar disini dapat diyakini akan menghasilkan sesuatu yang adil dan arif dari berbagai kepentingan masyarakat yang bertemu di pasar. Dan pendukung paradigma pasar bebas telah melakukan berbagai upaya akademis untuk meyakinkan bahwa pasar adalah sebuah system yang mandiri yang berusaha berbuat adil dan bijaksana.
Jadi ibnu khaldun sangat menghargai harga yang terjadi dalam pasar bebas, namun beliau tidak mengajukan saran-saran kebijakan pemerintah untuk mengelolah harga. Lebih banyak untuk memfokuskan kepada factor-faktor yang mempengaruhi harga. Hal ini tentu saja berbeda denga Ibnu Taimiyah yang dengan tegas menentang intervensi pemerintah sepanjang jalan pasar berjalan dengan bebas dan normal. [10]
D. PRINSIP-PRINSIP MEKANISME PASAR DALAM ISLAM
Konsep mekanisme pasar dalam islam dibangun atas prinsip-prinsip sebagai berikut :
- Ar-Ridha, yakni segala transaksi yang dilakukan haruslah atas dasar kerelaan antara masing-masing pihak.
- Berdasarkan persaingan sehat, mekanisme pasar akan terhambat bekerja jika terjadi penimbunan (ihtikar) atau monopoli. Monopoli dapat diartikan setiap barang yang penahanannya akan membahayakan konsumen atau orang banyak.
- Kejujuran (honesty), merupakan pilar yang sangat penting dalam islam, sebab kejujuran adalah nama lain dari kebenaran itu sendiri. Islam melarang tegas melakukan kebohongan dan penipuan dalam bentuk apapun. Sebab, nilai kebenaran ini akan berdampak langsung kepada para pihak yang melakukan transaksi dalam perdagangan dan masyarakat secara luas.
- Keterbukaan (transparancy) serta keadilan (justice). Pelaksanaan prinsip ini adalah transaksi yang dilakukan dituntut untuk berlaku benar dalam pengungkapan kehendak dan keadaan yang sesungguhnya.[11]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Ekonomi islam memandang bahwa pasar, negara, dari individu berada dalam keseimbangan, tidak boleh ada subordinat, sehingga salah satunya menjadi dominan dari yang lain. Pasar menjamin kebebasannya dalam Islam. Pasar bebas menentukan cara produksi dan harga, tidak boleh ada gangguan yang mengakibatkan rusaknya keseimbangan pasar. Akan tetapi, pasar yang berjalan sendiri secara adil kenyataannya sulit ditemukan. Konsep mekanisme pasar dalam Islam dapat dijelaskan pada masa Rasulullah dan Para pemikir ekonomi Islam.
Mekanisme pasar yang berjalan dalam sistem ekonomi islam mempunyai konsep islam dalam hal penentuan harga yang berbasis pada kekuatan pasar , yaitu kekuatan permintaan dan penawaran. Pertemuan antara permintaan dan penawaran tersebut harus terjadi rela sama rela, tidak ada pihak yang merasa tertipu, atau adanya kekeliruan objek transaksi dalam melakukan transaksi barang tertentu pada tingkat harga tertentu.
Dengan demikian, islam menjamin pasar bebas dimana para pembeli dan penjual bersaing satu sama lain dengan arus informasi yang berjalan lancar dalam kerangka keadilan yaitu dengan tidak adanya pihak yang merasa di dzalimi atau pun mendzalimi.
SARAN
Demikian makalah ini yang dapat kami sampaikan, tentunya makalah ini masih banyak kekurangan serta kesalahan-kesalahan baik itu tata cara penulis ataupun pembahasan di dalamnya. Untuk itu kritik dan saran sangat kami harapkan dari pembaca sekalian demi tersempurnanya makalah kami. Terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Sukarno Wibowo & Dedi Supriadi. 2013. Ekonomi Mikro Islam. Bandung:Pustaka Setia.
Muhammad. 2004 Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam. Edisi 2004/2005. Yogyakarta:BPFE