Oleh: Joko Prasojo
"Seandainya
Kemiskinan berwujud seorang manusia, niscaya aku
akan
membunuhnya"
(Ali
bin Abi Thalib)
Hal
ini terdapat beberapa pendirian terhadap masalah kemiskinan. Pertama, pendirian
yang menyucikan kemiskinan. Bagi golongan ini kemiskinan bukan masalah yang
harus dipecahkan, tetapi harus dibiarkan, karena dengan demikian manusia
manusia bisa berkonsentrasi berhubungan dengan Tuhannya, tidak di ganggu dengan
urusan duniawi. Kedua, pendirian para fatalis yang menganggap bahwa kemiskinan
itu merupakan taqdir Allah dan Manusia harus sabar dengan ujian itu. Ketiga,
pendirian ketiga sama dengan fatalis, namun mereka maju selangkah. Yaitu
secara perorangan mereka harus membantu orangorang miskin. Madzhab ini dikenal
sebagai "kebajikan Pribadi". Keempat, kaum kapitalis memandang
kemiskinan adalah menimbulkan problem yang harus diselesaikan dengan orang
miskin
sendiri, sedangkan orang kaya bebas dalam mempergunakan hartanya. Kelima, Kaum
Marxis yang menyatakan bahwa kemiskinan itu bisa diatasi kalau kaum borjuis dan
kekayaannya tidak dimusnahkan, tetapi lalu ditata kelas-kelas baru.
Kemiskinan dan orang-orang miskin sudah dikenal oleh manusia dan
jauh sejarah, semenjak zaman-zaman lamapu. Oleh karena itu beralasan sekali
bila kita mengataka bahwa kebudayaan umat manusia dalam satu kurunnya tidak
pernah sepi dari orang-orang yang berusaha membawa kebudayaan itu memperhatikan
nilai manusiawi dasar, yaitu perasaan merasa tersentuh melihat penderitaan
orang-orang lain dan berusaha melepasakan mereka dari kemiskinan dan kepapanan
atau paling kurang meringankan nasib yang mereka derita tersebut.
Namun situasi yang dihadapi oleh orang-orang miskin pada
kenyataannya tidak memungkinkan maksud itu tercapai., hal itu sudah merupakan
noda hidup hitam yang mengotori muka umat manusia, di mana masyarakat tidak
tersentuh lagi oleh nasihat para budiman dan peringatan para cerdik pandai.
Seorang ilmuan besar Prof. Mohd. Faris Wajdi membeberkan kepada
kita tentang sejarah hitam hubungan antara orang-orang kaya dengan orang-orang
miskin yang telah berlangsung semnjak kebudayaab-kebudayaan pertama manusia.
Kata-katanya, “ Pada bangsa apa pun peneliti mengarahkan perhatinya, selalu
hanya akan menemukan dua golongan manusia yang tidak ada ketiganya, yaitu
golongan yang berkecukupan dan goloangan yang melarat. Dibalik itu selalu
didapatkan suatu keadaan yang sangat menarik , yaitu golongan yang berkucupan
selalu semakin makmur tanpa bats, sedangkan golongan yang melarat selalu
semakin kurus sehingga hampir-hampir tercampak di atas tanah, terhempas tak
berdaya. Terancamlah bangunan masyarakat oleh karena fondamennya goyah,
sedangkan orang-orang yang hidup bermewah-mewah itu sudah tidak sadar mulai
dari mana atap diatasnya runtuh.”
Mesir pada zaman kunonya merupakan surge diatas bumi ini. Apa saja
tumbuh, yang dapat memberi makan berlipat-lipat ganda penduduknya. Tetapi
golongan miskin di sana tidak mempunyai apa yang bisa mereka makan. Oleh karena
golongan kaya tidak meninggalkan sisa selain ampas-ampas yang tidak berguna dan
tidak mengobati lapar. Kemudian ketika kelaparan melanda pada Dinasti XII,
orang-orang miskin menjual diri mereka kepda orang-orang kaya yang kemudian
dijepit dan ditekan habis-habisan.
Dalam kerajaan Babilonia, keadaan persis sama dengan di Mesir.
Orang-orang miski tidak pernah dapat menkmati hasil-hasil negeri mereka,
sedangankan kesuburan negeri mereka itu tidak ada bedanya dengan Mesir: semua
mengalir ke Persia. Lalu pada zaman Yunani keadaan tidak berbeda, bahkan ada
raja-raja yang melakukan tindakan-tindakan yang membuat bulu kuduk merinding:
orang-orang miskin itu digiring dengan cambuk ke tempat-tempat yang paling
tertkutuk, dan bila salah sedikit saja disembelih ssperti domba.
Di Yunani, orang-orang kaya hanya meninggalkan tanah-tanah yang
tidak bisa ditanami buat orang-orang yang melarat. Yang oleh karena itu
orang-orang tersebut mengalami berbagai macam kepapanan.
Di Athena orang-orang kaya sampai menilai orang-orang miskin bisa
dijual sebagai budak bila mereka tidak memenuhi kewajiban mereka
mempersembahakan hadiah-hadiah.
Sedangakan di Roma, negeri gudang hokum dan ahli-ahlinya,
orang-orang berpunya berkuasa penuh atas rakyat biasa. Mereka melakukan
diskriminasi yang membuat rakyat biasa itu dalam pandangan mereka tidak berbeda
dari anak-anak buangan dalam pandangan orang-orang di India: tidak akan diberi
seteguk air sebelum menguras tenaga. Akhirnya orang-orang itu melarikan diri
dari kota-kota dan menguncilkan diri dari pergaulan dengan memendam perasaan
geram.
Ilmuan besar Mislih di kerajaan Romawi berkata, “Orang-orang
miskin semakin hari semakin miskin, sedangkan orang-orang kaya semakin kaya.
Mereka berteriak-teriak” Binasalah dan matikan orang-orang banyak itu
kelaparan, bila mereka tidak sanggup pergi ke medan perang!”
Dan setelah kekaisaran Romawi hancur digantikan oleh
kerajaan-kerjaan Eropa, nasib-nasib orang miskin semakin jelek. Mereka dimana
pun dijual besama tanah milik mereka seperti binatang.”
Demikianlah kondisi dan posisi orang-orang miskin dan orang-orang
kaya pada abad-abad yang lalu. Lalu apakah yang telah diperbuat agama-agama
untuk memperbaiki kondisi itu mempersempit jurang pemisah antara mereka dengan
orang-orang kaya tersebut?
Perhatian Islam Terhadap Penanggulangan Kemiskinan
Perhatian Islam terhadap penanggulan kemiskinan dan fakir miskin
tidak dapat diperbandingkan dengan agama samawi dan aturan iptaan manusia
manapun, baik dari segi pengarahan maupun dari segi pengaturan dan penerapan.
1.
Memberi
makan orang miskin adalah realisasi Iman
Dalam surat al-Muddaststir, yaitu salah satu surat yang turun pertama,
Qur’an memperlihatkan kepda kita suatu peristiwa di akhirat, yaitu peristiwa
“orang-orang kanan” Muslimin di dalam surga bertanya-tanya mengapa orang-orang
kafir dan pembohong-pembohong itu dicebloskan ke neraka. Mereka lalu bertanya, yang memperoleh jawaban bahwa mereka
dicenloskan ke dalam neraka oleh karena tidak memperhatikan dan membiarkan
orang-orang miskin menjadi mangsa. Firman Allah:
Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya,
kecuali golongan kanan, berada di dalam syurga, mereka tanya menanya, tentang
(keadaan) orang-orang yang berdosa, "Apakah yang memasukkan kamu ke dalam
Saqar (neraka)?" mereka menjawab: "Kami dahulu tidak Termasuk
orang-orang yang mengerjakan shalat, dan Kami tidak (pula) memberi Makan orang
miskin, dan adalah Kami membicarakan yang bathil, bersama dengan orang-orang
yang membicarakannya, dan adalah Kami mendustakan hari pembalasan, (QS al-Muddaststir 74 :38-46)
Memberi makan orang miskin meliputi juga memberi pakaian,
perumahan, dan kebutuhan-kebutuhan pokoknya.
2.
Dorongan
Supaya Orang-orang Miskin Diperhatikan
Islam tidak hanya menghimbau agar orang-orang miskin diperhatikan
dan diberi makan, dan mengancam bila mereka dibiarkan terlunta-lunta, tetapi
lebih dari itu dibebani setiap orang Mu’min mendorong orang lain memberi makan
dan memperhatikan orang-orang miskin tersebut dan memberi siksa yang tidak
mengerjakan kewajiban itu. Firman Allah:
(Allah berfirman): "Peganglah Dia lalu belenggulah tangannya
ke lehernya. kemudian masukkanlah Dia ke dalam api neraka yang menyala-nyala.
kemudian belitlah Dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta.
Sesungguhnya Dia dahulu tidak beriman kepada Allah yang Maha besar. dan juga
Dia tidak mendorong (orang lain) untuk memberi Makan orang miskin. (QS al-Haqqah 64 : 30-34)
“Menyuruh memberi makan” disini berarti menganjurkan, mendorong,
dan mendo’akan.
3.
Hak
Peminta-minta , Berkekurangan, Miskin, atau Telantar
Dalam Qur’an, surat adz-Dzariyat 19-20, Allah menerangkan tentang
orang-orang yang pantas memperoleh surga, dengan sifat mereka yang terpenting
sebagai berikut: Dalam kekayaan mereka tersedia hak peminta-minta dan
orang-orang yang hidup serba kekurangan. Orang-orang yang bertakwa seperti
itu menyadari sepnuhnya bahwa harta kekayaan mereka bukanlah sepenuhnya milik
sendiri yang dapat memperlakukan semaunya sendiri, tetapi menyadari
bahwa didalam kekayaan mereka ada hak orang yang membutuhkan. Allah berfirman:
Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.
apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat
kebaikan ia Amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang
mereka itu tetap mengerjakan shalatnya, dan orang-orang yang dalam hartanya
tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak
mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta), (QS Al Ma’aarij 70 :19-25)
Demikian juga dengan apa yang dikemukakan oleh Yusuf
al-Qardhawi,
bahwa kemiskinan ini bisa terentaskan kalau setiap individu mencapai taraf hidup yang layak didalam masyarakat. Dan untuk mencapai taraf hidup yang diidealkan itu islam memberikan kontribusi berbagai cara dengan jalan sebagai berikut:
bahwa kemiskinan ini bisa terentaskan kalau setiap individu mencapai taraf hidup yang layak didalam masyarakat. Dan untuk mencapai taraf hidup yang diidealkan itu islam memberikan kontribusi berbagai cara dengan jalan sebagai berikut:
1. Bekerja
Setiap orang yang hidup dalam masyarakat Islam,
diharuskan bekerja dan diperhatikan berkelana dipermukaan bumi ini. Serta
diperintahkan makan dari rizki Allah. dalamAllah Berfirman:
Artinya : "Dialah yang menjadikan bumi itu
rumah bagimu, maka berjalanlah disegala penjurunya dan makanlah sebagian
rizki-Nya".( QS. Al-Mulk : 15)
Bekerja merupakan suatu yang utama untuk memerangi
kemiskinan, modal pokok untuk menvapai kekayaan, dan faktor dominan dalam
menciptakan kemakmuran dunia. Dalam tugas ini, Allah telah memilih manusia
untuk mengelola bumi.
2. Mencukupi keluarga yang lemah
Sudah menjadi dasar pokok dalam syari'at Islam, bahwa
setiap individu harus harus memerangi kemiskinan dengan mempergunakan
senjatanya, yaitu dengan bekerja dan berusaha. Di balik itu, apa dosa
orang-orang lemah yang tidak mampu bekerja? Apa dosa para janda yang ditinggal
para suaminya dalam keadaan tidak berharta? Apa dosa anak-anak yang masih kecil
dan orang tuanya yang sudah lanjut usia? Apa dosa orang cacat selamanya, sakit
dan lumpuh? sehingga mereka semua kehilangan pekerjaannya? Apakah mereka
dibiarkan begitu saja karena bencana tengah melanda dan menimpa mereka,
sehingga mereka terlantar dalam kehidupan yang tidak menentu?
Melihat realitas di atas Islam tidak menutup mata,
namun Islam justru mengentaskan mereka dari lembah kemiskinan dan kemelaratan,
serta menghindari mereka dari perbuatan rendah dan hina, seperti mengemis dan
meminta-minta. Pertama-tama konsep yang yang dikemukakan untuk menanggulangi
hal itu adalah adanya jaminan antara anggota suatu rumpun keluarga, Islam telah
menjadikan antara anggota keluarga saling menjamin dan mencukupi. Sebagian
meringankan penderitaan anggota yang lain. Yang kuat membantu yang lemah, yang
kaya mencukupi
yang miskin, yang mampu memperkuat yang tidak mampu, karena itu hubungan yang
mengikat mereka. Faktor kasih sayang, cinta mencintai, dan saling membantu
adalah ikatan serumpun kerabat. Demikinlah sebenarnya hakekat hubungan alami.
Hal ini telah didukung oleh kebenaran syari'at Islam, sebagaimana yang
disebutkan dalm QS. Al- Anfal: 75:
Artinya: "Dan anggota keluarga, sebagiannya
lebih berhak terhadap anggota keluarga yang lain, menurut kitab Allah".
3. Zakat
Tidak semua
fakir miskin mempunyai keluarga yang mampu dan sanggup memberi bantuan. Apakah
kiranya yang akan dibuat oleh fakir miskin yang malang itu? Apakah mereka
dibiarkan begitu saja, hidup dibawah tekanan kemelaratan dan ancaman kelaparan,
sedangkan masyarakat disekitarnya yang didalamnya terdapat orang-orang kaya,
hanya menyaksikan penderitaan mereka?.
Islam tidak akan
membiarkan begitu saja nasib fakir miskin yang terlantar. Sesungguhnya allah
SWT telah menetapkan bagi mereka suatu hak tertentu di dalam harta orang-orang
kaya, dan suatu bagian yang tetap dan pasti, yaitu zakat. Sasaran utama bagi
zakat itu adalah untuk mencukupi kebutuhan orang-orang miskin.
5. Shodaqoh
Islam juga
berusaha membentuk pribadi yang luhur, dermawan, dan murah hati. Pribadi yang
luhur adalah insan yang suka memberikan lebih dari apa yang diminta, suka
mendermakan lebih dari apa yang diwajibkan. Ia suka memberikan sesuatu, kendati
tidak diminta dan tidak dituntu terlebih dahulu. Ia suka berderma (memberi
infaq) dikala siang maupun malam.
Sebab itulah,
telah turun sejumlah al-qur'an yang agung dan hadits Rasulullah yang mulia
sebagai pembawa berita gembira dan penyampaian ancaman siksa, pembangkit dan
penggerak gairah kerja, pendorong kearah ikhlas, berjuang, dan berderma serta
pencegah sikap-sikap kikir dan bakhil. Sebagaimana Allah berfirman dalam QS.
Al-baqarah (2): 245:
Artinya: "Siapa
saja yang mau meminjamkan kepada Allah dengan satu pinjaman yang baik, ia akan
mengadakan (pembayaran) itu dengan berlipat ganda. Sebab, Allahlah yang
menyempitkan dan meluakan rizki, dan kepadanyalah kalian dikendalikan".
Allah berfirman
dalam QS. Al-Insan: 8- 10, yang artinya;
"Dan
mereka memberi makanan yang diseganinya, kepada orang-orang miskin, dan
anak-anak yatim, dan orang tawanan. Sesungguhnya kami tidak memberi makanan
kepada kamu melainkan karena Allah, kami tidak mengharap dari kamu balasan dan
ucapan terimakasih. Sesungguhnya kami takit akan adzab Tuhan kami pada suatu
hari yang (di hari itu) orang-orang yang bermuka masam penuh kesulitan".
Ditulis dari berbagai sumber.