PERKEMBANGAN EKONOMI SYARIAH DI MASA PANDEMI
Naura
Azalia Piranti, Alifa Khusnadewi, Annida Husnatul Jannah, dan Mayrra Indah
Hermawati
ABSTRAK
Virus Corona (COVID-19) ini bermula dari kota Wuhan,
sebuah kota yang berada di Republik Rakyat Tiongkok. Tiongkok sendiri dapat
dikatakan sebagai negara dengan kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia
setelah Amerika Serikat. Akibat dari pandemi ini menyebabkan ekonomi Tiongkok
menjadi merosot. Merosotnya ekonomi Tiongkok tentu saja berakibat pada
perekonomian global. Indonesia sendiri dihadapkan oleh banyak persoalan dalam
berbagai aspek, khususnya pada aspek ekonomi selama pandemi. Kondisi pandemi
menyebabkan penurunan pada bidang perdagangan seperti perdagangan
internasional. Salah satu dampak negatif akibat pandemi ini ialah adanya
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dalam jumlah yang besar dikarenakan oleh adanya
krisis ekonomi. Indonesia sendiri menerapkan sistem keuangan ganda, yaitu
sistem keuangan konvensional dan sistem keuangan. Indonesia merupakan negara
dengan penduduk muslim terbanyak di dunia. Hal ini yang menjadikan adanya
peluang untuk mengembangkan sistem ekonomi syariah di Indonesia. Walaupun
Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia tetapi
perkembangan ekonomi syariah di Indonesia sendiri terhitung lambat. Namun,
beberapa tahun terakhir ini perkembangan ekonomi syariah di Indonesia cukup
pesat dengan adanya pembukaan bank syariah pada bank-bank konvensional yang ada
di Indonesia, seperti Bank Syariah Mandiri, Bank BTN Syariah, dan juga
bermunculan lembaga keuangan non bank (LKNB) syariah seperti koperasi syariah
BMT, Asuransi Tafakkul, dan lembaga-lembaga zakat seperti LAZIS-MU, Dompet
Dhuafa, dan sebagainya.
Keywords:
Covid-19, ekonomi syariah, lembaga ekonomi syariah, dampak pandemi
1.
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Indonesia
menerapkan sistem keuangan ganda, yaitu sistem keuangan konvensional dan sistem
keuangan syariah. Sebagai negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia
mulai memiliki kesadaran dan menginginkan adanya alternatif jasa perbankan yang
sesuai dengan syariat Islam. Di Indonesia, yang penduduknya mayoritas beragama
Islam terhitung lambat dalam mengikuti perkembangan perbankan Syariah. Lahirnya
bank syariah pertama di Indonesia merupakan hasil kerja tim perbankan Majelis
Ulama Indonesia adalah dengan dibentuknya PT Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang
akte pendiriannya ditandatangani tanggal 1 November 1991.1 Beberapa tahun
terakhir ini perkembangan perbankan syariah cukup pesat. Terbukti dengan
banyaknya bank konvensional saat ini yang membuka unit usahanya dalam bentuk
syariah seperti bank syariah Mandiri, Bank BTN Syariah dan banyak munculnya
lembaga keuangan non bank (LKNB) syariah seperti koperasi syariah,BMT, Asuransi
Tafakkul, lembaga-lembaga zakat seperti LAZIS, BAZIS, dan Dompet Dhuafa yang
berkembang pesat
Perkembangan
yang signifikan di bidang perbankan syariah Indonesia terjadi tahun 2008, yakni
dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah. Keluarnya undang-undang dimaksud sejalan dengan tujuan pembangunan
nasional Indonesia untuk mencapai terciptanya masyarakat adil dan makmur
berdasarkan demokrasi ekonomi, dengan mengembangkan sistem ekonomi yang
berlandaskan pada nilai keadilan, kebersamaan, pemerataan, dan kemanfaatan yang
sesuai dengan prinsip Syariah.
Lembaga
keuangan syariah didirikan dengan tujuan mempromosikan dan mengembangkan
penerapan prinsip-prinsip Islam, syariah, dan tradisinya ke dalam transaksi
keuangan dan perbankan serta bisnis yang terkait. Adapun yang dimaksud dengan
prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan dan
keuangan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki
kewenangan dalam penetapan fatwa dibidang syariah. Prinsip syariah yang dianut
oleh lembaga keuangan syariah dilandasi oleh nilai-nilai keadilan, kemanfaatan,
keseimbangan, dan keuniversalan (rahmatan lil alamin) Artinya, lembaga keuangan
syariah berada dibawah naungan fatwa MUI.
Sistem keuangan di Indonesia dijalankan oleh dua jenis lembaga keuangan, yaitu lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non-bank. Lembaga keuangan bank merupakan lembaga yang memberikan jasa keuangan yang paling lengkap. Contohnya Lembaga keuangan bank terdiri dari Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Sedangkan Lembaga keuangan non-bank merupakan lembaga keuangan yang lebih banyak jenisnya dari lembaga keuangan bank. Masing-masing lembaga keuangan non-bank mempunyai ciri-ciri usahanya sendiri,seperti yang sering kita jumpai adalah perusahaan asuransi syariah, perusahaan pegadaian syaraiah dan lembaga keuangan syariah mikro.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat beberapa masalah yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
- Bagaimana peran ekonomi syariah di masa pandemi?
- Bagaimana pengoptimalan ekonomi syariah di masa pandemi?
- Apa saja pengaruh ekonomi syariah di masa pandemi pada bidang ekonomi khususnya di Indonesia?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
- Untuk mengetahui peran ekonomi syariah di masa pandemi.
- Untuk mengetahui cara pengoptimalan ekonomi syariah di masa pandemi.
- Untuk mengetahui pengaruh ekonomi syariah di masa pandemi pada bidang ekonomi khususnya di Indonesia.
2.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Ekonomi Syariah
Ekonomi Syariah menurut Muhammad Abdullah Al-Arabi (1980:11) adalah sekumpuan dasar-dasar umum ekonomi yang kita
simpulkan dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, dan merupakan bangunan perekonomian
yang kita dirikan di atas landasan dasar-dasar tersebut sesuai dengan tiap
lingkungan dan masa. M.A. Manan (1980) mendefinisikan ekonomi syariah sebagai
ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang
diilhami oleh nilai-nilai Islam.
Menurut M. Umer Chapra, ekonomi Islam adalah sebuah
pengetahuan yang membantu upaya relisasi kebahagiaan manusia melalui alokasi
dan distribusi sumber daya yang terbatas yang berada dalam koridor yang mengacu
pada pengajaran Islam tanpa memberikan kebebasan individu atau tanpa perilaku
makro ekonomi yang berkesinambungan dan tanpa ketidakseimbangan lingkungan. Dr.
Mardani mendefinisikan ekonomi syariah merupakan suatu kegiatan atau usaha yang
dilakukan oleh per orang atau kelompok atau badan usaha yang berbadan hukum dan
tidak berbadan hukum dalam rangka memenuhi kebutuhan yang bersifat komersial
dan tidak komersial menurut prinsip syariah.
Ilmu
ekonomi syariah adalah ilmu yang mempelajari aktivitas atau perilaku manusia
secara aktual dan empirikal, baik dalam produksi, distribusi, maupun konsumsi
berdasarkan Syariat Islam yang bersumber Al-Qur’an dan As-Sunnah serta Ijma’
para ulama dengan tujuan untuk mencapai kebahagian dunia dan akhirat.
2.2. Tujuan Ekonomi Syariah
Tujuan Ekonomi Syariah
selaras dengan tujuan dari syariat Islam itu sendiri “maqashid asy syari’ah”
yaitu mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat “falah” melalui suatu tata
kehidupan yang baik dan terhormat “hayyah thayyibah”. Tujuan falah yang ingin
dicapai Ekonomi Syariah meliputi aspek mikro ataupun makro, mancakup horizon
waktu dunia atau pun akhirat (P3EI, 2012:54).
Seorang fuqaha asal
Mesir bernama Prof. Muhammad Abu Zahrah mengatakan ada tiga sasaran hukum Islam
yang menunjukkan bahwa Islam diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh umat
manusia yaitu (Rahman, 1995:84):
a) Kesejahteraan Ekonomi
dalam kerangka norma moral Islam (dasar pemikiran QS. Al-Baqarah ayat 2 &
168, Al-Maidah ayat 87-88, Al-Jumu’ah ayat 10);
b) Membentuk masyarakat
dengan tatanan sosial yang solid, berdasarkan keadilan dan persaudaraan yang universal
(Qs. Al-Hujuraat ayat 13, Al-Maidah ayat 8, Asy-Syu’araa ayat 183)
c) Mencapai distribusi
pendapatan dan kekayaan yang adil dan merata (QS. Al-An’am ayat 165, An-Nahl
ayat 71, Az-Zukhruf ayat 32);
d) Menciptakan kebebasan
individu dalam konteks kesejahteraan sosial (QS. Ar-Ra’du ayat 36, Luqman ayat
22).
2.3. Manfaat Ekonomi Syariah
Ekonomi Syariah mendatangkan beberapa manfaat bagi yang
mengamalkannya. Ekonomi syariah memiliki manfaat yang besar bagi umat Islam
yaitu:
a)
Mewujudkan
integritas seorang muslim yang kaffah, sehingga islam-nya tidak lagi
setengah-setengah. Apabila ditemukan ada umat muslim yang masih bergelut dan
mengamalkan ekonomi konvesional, menunjukkan bahwa keislamannya belum kaffah.
b)
Menerapkan
dan mengamalkan ekonomi syariah melalui lembaga keuangan islam, baik berupa
bank, asuransi, pegadaian maupun BMT “Baitul Maal wat Tamwil” akan mendapatkan
keuntungan dunia dan akhirat. Keuntungan di dunia diperoleh melalui bagi hasil
yang diperoleh, sedangkan keuntungan di akhirat adalah terbebas dari unsur riba
yang diharamkan oleh Allah Swt.
c)
Praktik
ekonomi berdasarkan syariat islam mengandung nilai ibadah, karena telah
mengamalkan syariat Allah Swt.
d)
Mengamalkan
ekonomi syariah melalui lembaga keuangan syariah, berarti mendukung kemajuan
lembaga ekonomi umat Islam.
e)
Mengamalkan
ekonimi syariah dengan membuka tabungan, deposito atau menjadi nasabah asuransi
syariah berarti mendukung upaya pemberdayaan ekonomi umat. Sebab dana yang
terkumpul akan dihimpun dan disalurkan melalui sektor perdagangan riil.
f)
Mengamalkan
ekonomi syariah berarti ikut mendukung gerakan amar ma’ruf nahi munkar, sebab
dana yang terkumpul pada lembaga keuangan syariah hanya boleh disalurkan kepada
usaha-usaha dan proyek yang halal.
2.4. Perkembangan Ekonomi Syariah di Indonesia
Pendirian bank Islam Indonesia dimulai pada tahun 1980 melalui diskusi-diskusi dengan tema bank Islam sebagai pilar ekonomi Islam. Sebagai bentuk uji coba, gagasan perbankan Islam dipraktikkan dalam skala yang relatif terbatas, di antaranya di Bandung (Bait At-Tamwil Salman ITB) dan di Jakarta (Koperasi Ridho Gusti). Pada tahun 1990, Majelis Ulama Indonesia (MUI) membentuk kelompok kerja untuk mendirikan Bank Islam di Indonesia. Pada tanggal 18-20 Agustus 1990, MUI menyelenggarakan lokakarya bunga bank dan perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat.Hasil lokakarya tersebut kemudian dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional IV MUI di Jakarta 22-25 Agustus 1990, yang menghasilkan amanat bagi pembentukan kelompok kerja pendirian bank Islam di Indonesia.
Pada tanggal 1 November 1991 berdirilah bank syariah pertama di Indonesia yaitu PT Bank Muamalat Indonesia(BMI). Bank Muamalat resmi beroperasi pada tanggal 1 Mei 1992, dengan modal awal sebesar Rp106.126.382.000,00. Pada awal kemunculannya, bank syariah belum mendapatkan perhatian optimal dalam tatanan sektor perbankan nasional. Landasan hukum operasi bank yang menggunakan sistem syariah saat itu hanya diakomodir dalam salah satu ayat tentang "bank dengan sistem bagi hasil" pada UU No. 7 Tahun 1992. Pada tahun 1998, pemerintah dan DPR melakukan penyempurnaan UU No. 7/1992 menjadi UU No. 10 Tahun 1998. Di mana secara tegas menjelaskan bahwa ada dua sistem dalam perbankan di Tanah Air (dual banking system), yaitu sistem perbankan konvensional dan sistem perbankan syariah.Setelah itu, muncul beberapa Bank Islam lain, yakni Bank IFI, Bank Syariah Mandiri, Bank Niaga, Bank BTN, Bank Mega, Bank BRI, Bank Bukopin, BPD Jabar dan BPD Aceh dan lainnya.
Disahkannya UU No.21 tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah pada
16 Juli 2008, pengembangan industri perbankan syariah nasional memiliki
landasan hukum yang memadai yang akan mendorong pertumbuhannya lebih cepat.Dengan progres perkembangannya yang impresif yaitu mencapai
rata-rata pertumbuhan aset lebih dari 65% per tahun, industri perbankan syariah
diharapkan mampu mendukung perekonomian nasional agar semakin signifikan.
Sejak dikembangkannya sistem perbankan syariah
di Indonesia, sistem ini mengalami kemajuan selama dua dekade. Baik dari aspek
lembagaan dan infrastruktur penunjang, perangkat regulasi dan sistem
pengawasan, kesadaran serta literasi masyarakat terhadap layanan jasa
keuangan syariah.Sistem keuangan syariah menjadi salah satu sistem terbaik dan
terlengkap yang diakui secara internasional. Dari awal kemunculannya sampai
Juni 2015, industri perbankan syariah telah terdiri dari 12 Bank Umum Syariah,
22 Unit Usaha Syariah yang dimiliki oleh Bank Umum Konvensional dan 162 BPRS.
Dengan total aset mencapai Rp 273,49 triliun dan pangsa pasar 4,61%.
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia
telah menjadi tolok ukur keberhasilan ekonomi syariah. Krisis moneter yang
terjadi pada tahun 1998 banyak menenggelamkan bank-bank konvensional karena
kegagalan sistem bunganya. Sedangkan perbankan syariah dapat tetap bertahan dan
tetap eksis. Selain itu, pada penghujung tahun 2008, ketika terjadinya krisis
keuangan global yang melanda dunia lembaga keuangan syariah kembali membuktikan
daya tahannya dari terpaan krisis. Lembaga-lembaga keuangan syariah tetap
stabil dan memberikan keuntungan, kenyamanan serta keamanan bagi para pemegang
sahamnya, pemegang surat berharga, para nasabah pembiayaan dan para nasabah
penyimpan dana di bank-bank syariah. Hal ini dapat dibuktikan dari keberhasilan
Bank Muamalat Indonesia melewati krisis yang terjadi pada tahun 1998 dengan
menunjukkan kinerja yang semakin meningkat dan tidak menerima sepersen pun
bantuan dari pemerintah dan pada krisis keuangan tahun 2008, Bank Muamalat
Indonesia bahkan mampu memperoleh laba Rp. 300 miliar lebih. Perbankan syariah
sebenarnya dapat menggunakan momentum ini untuk menunjukkan bahwa perbankan
syariah mampu bertahan dan kebal krisis serta mampu tumbuh dengan signifikan.
Pada akhir tahun 2013, fungsi pengaturan dan
pengawasan perbankan berpindah dari Bank Indonesia (BI) ke OJK. Maka pengawasan
dan pengaturan perbankan syariah juga beralih ke OJK.
2.5. Peran Ekonomi Syariah Saat Pandemi
Pandemi Covid-19 sudah mewabah di seluruh
dunia, banyak hal yang dirugikan baim dalam bidang politik, sosial budaya, dan
juga ekonomi. Di Indonesia, bidang ekonomi memiliki dampak yang sangat besar,
banyak industri yang memeberhentikan karyawannya maupun menutup usahanya karena
pandemi yang terjadi ini. Pertumbuhan ekonomi syariah Indonesia turut terguncang akibat pandemi
Covid-19. Akan tetepi, Bank Indonesia (BI) melihat kinerja ekonomi syariah
secara umum lebih baik dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun
2020.
Selama pandemi covid-19,
sistem ekonomi syariah memiliki peran dalam upaya memulihkan ekonomi nasional.
Hal ini karena dalam konsep ekonomi syariah
mengandung nilai solidaritas sosial, adil, kolaborasi, serta setara
untuk semua. Peran ekonomi syariah
selama pandemi covid-19 adalah :
Pertama, Instrumen ekonomi
Islam seperti zakat, infaq, dan sedekah memiliki peran pentingdi
tengah pandemi Covid-19. Khusus untuk zakat yang ditunaikan, penyalurannya
dapat difokuskan kepada orang miskin yang terdampak Covid-19 secara langsung,
sebagai salah satu yang berhak menerimanya (mustahik). Hal ini adalah skema
philanthropy Ekonomi Islam yang memiliki potensi besar bagi perekonomian
masyarakat.
Kedua,
penguatan wakaf uang baik dengan skema wakaf tunai, wakaf produktif maupun waqf
linked sukuk perlu ditingkatkan. Badan Wakaf Indonesia (BWI) perlu bekerja sama
dengan lembaga keuangan syariah untuk mempromosikan skema wakaf ini, yang pada
akhirnya dapat digunakan untuk pembangunan berbagai infrastruktur berbasis
wakaf seperti Rumah Sakit Wakaf (RSW) khusus korban Covid-19, Alat Pelindung
Diri (APD) wakaf, masker wakaf, poliklinik wakaf, Rumah Isolasi Wakaf (RIW),
pengadaan ventilator wakaf, universitas wakaf dan lainnya. Manajemen wakaf
harus dilakukan secara profesional, sehingga wakaf dapat dimanfaatkan secara
produktif dan berkelanjutan, mengingat realita bahwa banyak harta benda wakaf yang
ada, tetapi kurang dan bahkan tidak diproduktifkan, sehingga tidak bermanfaat
secara maksimal.Dengan perkembangan saat ini, wakaf dapat berbentuk benda apa
saja yang memiliki nilai ekonomi, antara lain paten sebagai wakaf produktif.
Ketika vaksin untuk Covid-19 telah ditemukan patennya dapat diwakafkan,
sehingga dapat digunakan untuk seluruh masyarakat dunia.
Ketiga,
bantuan modal usaha unggulan untuk sektorusaha atau Usaha Mikro Kecil Menengah
(UMKM). Upaya pengembangan dan penguatan potensi pedagang pasar tradisional
sebagai kelompok ekonomi strategis harus berorientasi pada pemberdayaan,
sehingga terbentuk pelaku ekonomi lokal yang mandiri dan kuat melalui Lembaga
Keuangan Mikro (LKM) khususnya Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS). Oleh
karena itu, pemberian modal pada usaha dijadikan sebagai sarana mengurangi
dampak krisis. Pemberian modal ini dapat dilakukan dengan beberapa alternatif
kebijakan, seperti pemberian stimulasi tambahan relaksasi perbankan syariah dan
restrukturisasi atau penangguhan pembayaran kredit/pembiayaan syariah selama
beberapa bulan ke depan. Agar lebih kuat, pemberian permodalan dari perbankan/lembaga
keuangan syariah ini perlu didukung dan dikuatkan dengan pendampingan sehingga
dapat dipertanggungjawabkan.
Keempat,
memberikan pinjaman qardhul hasan. Dalam terminologi ekonomi/keuangan syariah,
qardhul hasan adalah pinjaman yang tidak mengambil manfaat (keuntungan) apa pun
namun tetap ditekankan untuk dibayarkan kembali. Produk/skema ini merupakan
salah satu produk/skema sistem keuangan syariah yang sangat penting dalam
mendukung pemulihan atau menopang perekonomian.Diantara pilihan penyaluran yang
dapat dilakukan adalahLembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS), Pinjaman langsung
tanpa margin baik untuk usaha maupun konsumsi yang disalurkan oleh perusahaan
(swasta atau BUMN/BUMD) kepada karyawan atau mitranya, dan melalui Baitul Mal
wa Tamwil (BMT).
Kelima,pengembangan
teknologi finansial syariah untuk memperlancar likuiditas pelaku pasar daring
secara syariah, dimana pada saat yang bersamaan juga diupayakan peningkatan
fokus pada social finance (zakat, infak, sedekah dan wakaf) di samping
commercial finance. Termasuk juga dalam hal pengembangan market place untuk
mengumpulkan pasar tradisional dan UMKM yang berjumlah hampir 60 juta saat ini,
dengan tujuan mempertemukan permintaan dan penawaran baik di dalam negeri
maupun luar negeri, khususnya di masa-masa lockdown karena pandemi. Apalagi
penelitian yang ada menyebutkan bahwa permasalahan keuangan, sumberdaya
manusia, dan teknologi merupakan permasalahan klasik yang dihadapi Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia. Perkembangan teknologi di bidang
keuangan telah berkembang dalam beberapa tahun terakhir ini dan berdampak
perubahan perilaku masyarakat dalam bertransaksi keuangan. Hal ini dapat
menjadi solusi bagi permasalahan keuangan yang dihadapi UMKM.
Keenam, karena selama
pandemi hal ini semakin memperkuat solidaritas sosial dan membantu masyarakat
yang membutuhkan.Sistem syariah juga memiliki peran dalam industri farmasi
untuk menerapkan aspek halal untuk vaksin. Dalam hal makanan halal, pemerintah
juga memberikan kesempatan kepada industri mengembangkan produk dengan gaya
hidup sehat.
Dalam industri finansial,
sistem perbankan syariah memiliki daya tahan selama krisis pandemi covid-19.
Hal ini disebabkan sistem syariah mengadopsi dan melaksanakan nilai yang adil
dan transparan yang diharapkan dapat secara konsisten diimplementasikan. Dalam
mendukung pembiayaan, pemerintah menerbitkan instrumen berbasis syariah yakni
sukuk yang banyak diminati investor dalam dan luar negeri. Diversifikasi
instrumen pembiayaan yang dilakukan pemerintah berdasarkan hukum syariah untuk
pembiayaan kreatif.
Daftar
Pustaka
Perbankan, D., &
Etikonomi, J. (2008). Dasar-dasar Perbankan,. 13(1).
Yenti Sumarni. (2020). Pandemi Covid-19: Tantangan Ekonomi Dan Bisnis. Al
Intaj: Jurnal Ekonomi Dan Perbankan Syariah, 6(2), 46–58.
Sa’diyah, D. F., & Mastur. (2020). Strategi Pembangunan Ekonomi
Syariah Di Masa Covid-19. Jurnal Dinamika Ekonomi Syariah, 7(2),
169–180.