Suscríbete

Sabtu, 03 Juli 2021

Perkembangan Ekonomi Syariah di Masa Pandemi

 PERKEMBANGAN EKONOMI SYARIAH DI MASA PANDEMI

Naura Azalia Piranti, Alifa Khusnadewi, Annida Husnatul Jannah, dan Mayrra Indah Hermawati

 

 

ABSTRAK

Virus Corona (COVID-19) ini bermula dari kota Wuhan, sebuah kota yang berada di Republik Rakyat Tiongkok. Tiongkok sendiri dapat dikatakan sebagai negara dengan kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat. Akibat dari pandemi ini menyebabkan ekonomi Tiongkok menjadi merosot. Merosotnya ekonomi Tiongkok tentu saja berakibat pada perekonomian global. Indonesia sendiri dihadapkan oleh banyak persoalan dalam berbagai aspek, khususnya pada aspek ekonomi selama pandemi. Kondisi pandemi menyebabkan penurunan pada bidang perdagangan seperti perdagangan internasional. Salah satu dampak negatif akibat pandemi ini ialah adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dalam jumlah yang besar dikarenakan oleh adanya krisis ekonomi. Indonesia sendiri menerapkan sistem keuangan ganda, yaitu sistem keuangan konvensional dan sistem keuangan. Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia. Hal ini yang menjadikan adanya peluang untuk mengembangkan sistem ekonomi syariah di Indonesia. Walaupun Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia tetapi perkembangan ekonomi syariah di Indonesia sendiri terhitung lambat. Namun, beberapa tahun terakhir ini perkembangan ekonomi syariah di Indonesia cukup pesat dengan adanya pembukaan bank syariah pada bank-bank konvensional yang ada di Indonesia, seperti Bank Syariah Mandiri, Bank BTN Syariah, dan juga bermunculan lembaga keuangan non bank (LKNB) syariah seperti koperasi syariah BMT, Asuransi Tafakkul, dan lembaga-lembaga zakat seperti LAZIS-MU, Dompet Dhuafa, dan sebagainya.

 

Keywords: Covid-19, ekonomi syariah, lembaga ekonomi syariah, dampak pandemi

 

1.     PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang

Indonesia menerapkan sistem keuangan ganda, yaitu sistem keuangan konvensional dan sistem keuangan syariah. Sebagai negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia mulai memiliki kesadaran dan menginginkan adanya alternatif jasa perbankan yang sesuai dengan syariat Islam. Di Indonesia, yang penduduknya mayoritas beragama Islam terhitung lambat dalam mengikuti perkembangan perbankan Syariah. Lahirnya bank syariah pertama di Indonesia merupakan hasil kerja tim perbankan Majelis Ulama Indonesia adalah dengan dibentuknya PT Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang akte pendiriannya ditandatangani tanggal 1 November 1991.1 Beberapa tahun terakhir ini perkembangan perbankan syariah cukup pesat. Terbukti dengan banyaknya bank konvensional saat ini yang membuka unit usahanya dalam bentuk syariah seperti bank syariah Mandiri, Bank BTN Syariah dan banyak munculnya lembaga keuangan non bank (LKNB) syariah seperti koperasi syariah,BMT, Asuransi Tafakkul, lembaga-lembaga zakat seperti LAZIS, BAZIS, dan Dompet Dhuafa yang berkembang pesat

Perkembangan yang signifikan di bidang perbankan syariah Indonesia terjadi tahun 2008, yakni dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Keluarnya undang-undang dimaksud sejalan dengan tujuan pembangunan nasional Indonesia untuk mencapai terciptanya masyarakat adil dan makmur berdasarkan demokrasi ekonomi, dengan mengembangkan sistem ekonomi yang berlandaskan pada nilai keadilan, kebersamaan, pemerataan, dan kemanfaatan yang sesuai dengan prinsip Syariah.

Lembaga keuangan syariah didirikan dengan tujuan mempromosikan dan mengembangkan penerapan prinsip-prinsip Islam, syariah, dan tradisinya ke dalam transaksi keuangan dan perbankan serta bisnis yang terkait. Adapun yang dimaksud dengan prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan dan keuangan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa dibidang syariah. Prinsip syariah yang dianut oleh lembaga keuangan syariah dilandasi oleh nilai-nilai keadilan, kemanfaatan, keseimbangan, dan keuniversalan (rahmatan lil alamin) Artinya, lembaga keuangan syariah berada dibawah naungan fatwa MUI.

Sistem keuangan di Indonesia dijalankan oleh dua jenis lembaga keuangan, yaitu lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non-bank. Lembaga keuangan bank merupakan lembaga yang memberikan jasa keuangan yang paling lengkap. Contohnya Lembaga keuangan bank terdiri dari Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Sedangkan Lembaga keuangan non-bank merupakan lembaga keuangan yang lebih banyak jenisnya dari lembaga keuangan bank. Masing-masing lembaga keuangan non-bank mempunyai ciri-ciri usahanya sendiri,seperti yang sering kita jumpai adalah perusahaan asuransi syariah, perusahaan pegadaian syaraiah dan lembaga keuangan syariah mikro. 

       1.2  Perumusan Masalah

     Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat beberapa masalah yang dapat dirumuskan sebagai berikut :

    1. Bagaimana peran ekonomi syariah di masa pandemi?
    2. Bagaimana pengoptimalan ekonomi syariah di masa pandemi?
    3. Apa saja pengaruh ekonomi syariah di masa pandemi pada bidang ekonomi khususnya di Indonesia?

        1.3  Tujuan Penelitian

        Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

    1. Untuk mengetahui peran ekonomi syariah di masa pandemi.
    2. Untuk mengetahui cara pengoptimalan ekonomi syariah di masa pandemi.
    3. Untuk mengetahui pengaruh ekonomi syariah di masa pandemi pada bidang ekonomi khususnya di Indonesia.

2.        TINJAUAN PUSTAKA

2.1.   Pengertian Ekonomi Syariah

Ekonomi Syariah menurut Muhammad Abdullah Al-Arabi (1980:11) adalah sekumpuan dasar-dasar umum ekonomi yang kita simpulkan dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, dan merupakan bangunan perekonomian yang kita dirikan di atas landasan dasar-dasar tersebut sesuai dengan tiap lingkungan dan masa. M.A. Manan (1980) mendefinisikan ekonomi syariah sebagai ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam.

Menurut M. Umer Chapra, ekonomi Islam adalah sebuah pengetahuan yang membantu upaya relisasi kebahagiaan manusia melalui alokasi dan distribusi sumber daya yang terbatas yang berada dalam koridor yang mengacu pada pengajaran Islam tanpa memberikan kebebasan individu atau tanpa perilaku makro ekonomi yang berkesinambungan dan tanpa ketidakseimbangan lingkungan. Dr. Mardani mendefinisikan ekonomi syariah merupakan suatu kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh per orang atau kelompok atau badan usaha yang berbadan hukum dan tidak berbadan hukum dalam rangka memenuhi kebutuhan yang bersifat komersial dan tidak komersial menurut prinsip syariah.

Ilmu ekonomi syariah adalah ilmu yang mempelajari aktivitas atau perilaku manusia secara aktual dan empirikal, baik dalam produksi, distribusi, maupun konsumsi berdasarkan Syariat Islam yang bersumber Al-Qur’an dan As-Sunnah serta Ijma’ para ulama dengan tujuan untuk mencapai kebahagian dunia dan akhirat.

2.2.   Tujuan Ekonomi Syariah

Tujuan Ekonomi Syariah selaras dengan tujuan dari syariat Islam itu sendiri “maqashid asy syari’ah” yaitu mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat “falah” melalui suatu tata kehidupan yang baik dan terhormat “hayyah thayyibah”. Tujuan falah yang ingin dicapai Ekonomi Syariah meliputi aspek mikro ataupun makro, mancakup horizon waktu dunia atau pun akhirat (P3EI, 2012:54).

Seorang fuqaha asal Mesir bernama Prof. Muhammad Abu Zahrah mengatakan ada tiga sasaran hukum Islam yang menunjukkan bahwa Islam diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia yaitu (Rahman, 1995:84):

a)    Kesejahteraan Ekonomi dalam kerangka norma moral Islam (dasar pemikiran QS. Al-Baqarah ayat 2 & 168, Al-Maidah ayat 87-88, Al-Jumu’ah ayat 10);

b)   Membentuk masyarakat dengan tatanan sosial yang solid, berdasarkan keadilan dan persaudaraan yang universal (Qs. Al-Hujuraat ayat 13, Al-Maidah ayat 8, Asy-Syu’araa ayat 183)

c)    Mencapai distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil dan merata (QS. Al-An’am ayat 165, An-Nahl ayat 71, Az-Zukhruf ayat 32);

d)   Menciptakan kebebasan individu dalam konteks kesejahteraan sosial (QS. Ar-Ra’du ayat 36, Luqman ayat 22).

2.3.   Manfaat Ekonomi Syariah

Ekonomi Syariah mendatangkan beberapa manfaat bagi yang mengamalkannya. Ekonomi syariah memiliki manfaat yang besar bagi umat Islam yaitu:

a)    Mewujudkan integritas seorang muslim yang kaffah, sehingga islam-nya tidak lagi setengah-setengah. Apabila ditemukan ada umat muslim yang masih bergelut dan mengamalkan ekonomi konvesional, menunjukkan bahwa keislamannya belum kaffah.

b)   Menerapkan dan mengamalkan ekonomi syariah melalui lembaga keuangan islam, baik berupa bank, asuransi, pegadaian maupun BMT “Baitul Maal wat Tamwil” akan mendapatkan keuntungan dunia dan akhirat. Keuntungan di dunia diperoleh melalui bagi hasil yang diperoleh, sedangkan keuntungan di akhirat adalah terbebas dari unsur riba yang diharamkan oleh Allah Swt.

c)    Praktik ekonomi berdasarkan syariat islam mengandung nilai ibadah, karena telah mengamalkan syariat Allah Swt.

d)   Mengamalkan ekonomi syariah melalui lembaga keuangan syariah, berarti mendukung kemajuan lembaga ekonomi umat Islam.

e)    Mengamalkan ekonimi syariah dengan membuka tabungan, deposito atau menjadi nasabah asuransi syariah berarti mendukung upaya pemberdayaan ekonomi umat. Sebab dana yang terkumpul akan dihimpun dan disalurkan melalui sektor perdagangan riil.

f)    Mengamalkan ekonomi syariah berarti ikut mendukung gerakan amar ma’ruf nahi munkar, sebab dana yang terkumpul pada lembaga keuangan syariah hanya boleh disalurkan kepada usaha-usaha dan proyek yang halal.

2.4.   Perkembangan Ekonomi Syariah di Indonesia

Pendirian bank Islam Indonesia dimulai pada tahun 1980 melalui diskusi-diskusi dengan tema bank Islam sebagai pilar ekonomi Islam. Sebagai bentuk uji coba, gagasan perbankan Islam dipraktikkan dalam skala yang relatif terbatas, di antaranya di Bandung (Bait At-Tamwil Salman ITB) dan di Jakarta (Koperasi Ridho Gusti). Pada tahun 1990, Majelis Ulama Indonesia (MUI) membentuk kelompok kerja untuk mendirikan Bank Islam di Indonesia. Pada tanggal 18-20 Agustus 1990, MUI menyelenggarakan lokakarya bunga bank dan perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat.Hasil lokakarya tersebut kemudian dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional IV MUI di Jakarta 22-25 Agustus 1990, yang menghasilkan amanat bagi pembentukan kelompok kerja pendirian bank Islam di Indonesia.

Pada tanggal 1 November 1991 berdirilah bank syariah pertama di Indonesia yaitu PT Bank Muamalat Indonesia(BMI). Bank Muamalat resmi beroperasi pada tanggal 1 Mei 1992, dengan modal awal sebesar Rp106.126.382.000,00. Pada awal kemunculannya, bank syariah belum mendapatkan perhatian optimal dalam tatanan sektor perbankan nasional. Landasan hukum operasi bank yang menggunakan sistem syariah saat itu hanya diakomodir dalam salah satu ayat tentang "bank dengan sistem bagi hasil" pada UU No. 7 Tahun 1992. Pada tahun 1998, pemerintah dan DPR melakukan penyempurnaan UU No. 7/1992 menjadi UU No. 10 Tahun 1998. Di mana secara tegas menjelaskan bahwa ada dua sistem dalam perbankan di Tanah Air (dual banking system), yaitu sistem perbankan konvensional dan sistem perbankan syariah.Setelah itu, muncul  beberapa Bank Islam lain, yakni Bank IFI, Bank Syariah Mandiri, Bank Niaga, Bank BTN, Bank Mega, Bank BRI, Bank Bukopin, BPD Jabar dan BPD Aceh dan lainnya.

Disahkannya UU No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah pada 16 Juli 2008, pengembangan industri perbankan syariah nasional memiliki landasan hukum yang memadai yang akan mendorong pertumbuhannya lebih cepat.Dengan progres perkembangannya yang impresif yaitu mencapai rata-rata pertumbuhan aset lebih dari 65% per tahun, industri perbankan syariah diharapkan mampu mendukung perekonomian nasional agar semakin signifikan.

Sejak dikembangkannya sistem perbankan syariah di Indonesia, sistem ini mengalami kemajuan selama dua dekade. Baik dari aspek lembagaan dan infrastruktur penunjang, perangkat regulasi dan sistem pengawasan, kesadaran serta literasi masyarakat terhadap layanan jasa keuangan syariah.Sistem keuangan syariah menjadi salah satu sistem terbaik dan terlengkap yang diakui secara internasional. Dari awal kemunculannya sampai Juni 2015, industri perbankan syariah telah terdiri dari 12 Bank Umum Syariah, 22 Unit Usaha Syariah yang dimiliki oleh Bank Umum Konvensional dan 162 BPRS. Dengan total aset mencapai Rp 273,49 triliun dan pangsa pasar 4,61%.

Perkembangan perbankan syariah di Indonesia telah menjadi tolok ukur keberhasilan ekonomi syariah. Krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998 banyak menenggelamkan bank-bank konvensional karena kegagalan sistem bunganya. Sedangkan perbankan syariah dapat tetap bertahan dan tetap eksis. Selain itu, pada penghujung tahun 2008, ketika terjadinya krisis keuangan global yang melanda dunia lembaga keuangan syariah kembali membuktikan daya tahannya dari terpaan krisis. Lembaga-lembaga keuangan syariah tetap stabil dan memberikan keuntungan, kenyamanan serta keamanan bagi para pemegang sahamnya, pemegang surat berharga, para nasabah pembiayaan dan para nasabah penyimpan dana di bank-bank syariah. Hal ini dapat dibuktikan dari keberhasilan Bank Muamalat Indonesia melewati krisis yang terjadi pada tahun 1998 dengan menunjukkan kinerja yang semakin meningkat dan tidak menerima sepersen pun bantuan dari pemerintah dan pada krisis keuangan tahun 2008, Bank Muamalat Indonesia bahkan mampu memperoleh laba Rp. 300 miliar lebih. Perbankan syariah sebenarnya dapat menggunakan momentum ini untuk menunjukkan bahwa perbankan syariah mampu bertahan dan kebal krisis serta mampu tumbuh dengan signifikan.

Pada akhir tahun 2013, fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan berpindah dari Bank Indonesia (BI) ke OJK. Maka pengawasan dan pengaturan perbankan syariah juga beralih ke OJK.

2.5.   Peran Ekonomi Syariah Saat Pandemi

Pandemi Covid-19 sudah mewabah di seluruh dunia, banyak hal yang dirugikan baim dalam bidang politik, sosial budaya, dan juga ekonomi. Di Indonesia, bidang ekonomi memiliki dampak yang sangat besar, banyak industri yang memeberhentikan karyawannya maupun menutup usahanya karena pandemi yang terjadi ini. Pertumbuhan ekonomi syariah Indonesia turut terguncang akibat pandemi Covid-19. Akan tetepi, Bank Indonesia (BI) melihat kinerja ekonomi syariah secara umum lebih baik dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2020.

Selama pandemi covid-19, sistem ekonomi syariah memiliki peran dalam upaya memulihkan ekonomi nasional. Hal ini karena dalam konsep ekonomi syariah  mengandung nilai solidaritas sosial, adil, kolaborasi, serta setara untuk semua.  Peran ekonomi syariah selama pandemi covid-19 adalah :

Pertama, Instrumen ekonomi Islam seperti zakat, infaq, dan sedekah memiliki peran pentingdi tengah pandemi Covid-19. Khusus untuk zakat yang ditunaikan, penyalurannya dapat difokuskan kepada orang miskin yang terdampak Covid-19 secara langsung, sebagai salah satu yang berhak menerimanya (mustahik). Hal ini adalah skema philanthropy Ekonomi Islam yang memiliki potensi besar bagi perekonomian masyarakat.

Kedua, penguatan wakaf uang baik dengan skema wakaf tunai, wakaf produktif maupun waqf linked sukuk perlu ditingkatkan. Badan Wakaf Indonesia (BWI) perlu bekerja sama dengan lembaga keuangan syariah untuk mempromosikan skema wakaf ini, yang pada akhirnya dapat digunakan untuk pembangunan berbagai infrastruktur berbasis wakaf seperti Rumah Sakit Wakaf (RSW) khusus korban Covid-19, Alat Pelindung Diri (APD) wakaf, masker wakaf, poliklinik wakaf, Rumah Isolasi Wakaf (RIW), pengadaan ventilator wakaf, universitas wakaf dan lainnya. Manajemen wakaf harus dilakukan secara profesional, sehingga wakaf dapat dimanfaatkan secara produktif dan berkelanjutan, mengingat realita bahwa banyak harta benda wakaf yang ada, tetapi kurang dan bahkan tidak diproduktifkan, sehingga tidak bermanfaat secara maksimal.Dengan perkembangan saat ini, wakaf dapat berbentuk benda apa saja yang memiliki nilai ekonomi, antara lain paten sebagai wakaf produktif. Ketika vaksin untuk Covid-19 telah ditemukan patennya dapat diwakafkan, sehingga dapat digunakan untuk seluruh masyarakat dunia.

Ketiga, bantuan modal usaha unggulan untuk sektorusaha atau Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Upaya pengembangan dan penguatan potensi pedagang pasar tradisional sebagai kelompok ekonomi strategis harus berorientasi pada pemberdayaan, sehingga terbentuk pelaku ekonomi lokal yang mandiri dan kuat melalui Lembaga Keuangan Mikro (LKM) khususnya Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS). Oleh karena itu, pemberian modal pada usaha dijadikan sebagai sarana mengurangi dampak krisis. Pemberian modal ini dapat dilakukan dengan beberapa alternatif kebijakan, seperti pemberian stimulasi tambahan relaksasi perbankan syariah dan restrukturisasi atau penangguhan pembayaran kredit/pembiayaan syariah selama beberapa bulan ke depan. Agar lebih kuat, pemberian permodalan dari perbankan/lembaga keuangan syariah ini perlu didukung dan dikuatkan dengan pendampingan sehingga dapat dipertanggungjawabkan.

Keempat, memberikan pinjaman qardhul hasan. Dalam terminologi ekonomi/keuangan syariah, qardhul hasan adalah pinjaman yang tidak mengambil manfaat (keuntungan) apa pun namun tetap ditekankan untuk dibayarkan kembali. Produk/skema ini merupakan salah satu produk/skema sistem keuangan syariah yang sangat penting dalam mendukung pemulihan atau menopang perekonomian.Diantara pilihan penyaluran yang dapat dilakukan adalahLembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS), Pinjaman langsung tanpa margin baik untuk usaha maupun konsumsi yang disalurkan oleh perusahaan (swasta atau BUMN/BUMD) kepada karyawan atau mitranya, dan melalui Baitul Mal wa Tamwil (BMT).

Kelima,pengembangan teknologi finansial syariah untuk memperlancar likuiditas pelaku pasar daring secara syariah, dimana pada saat yang bersamaan juga diupayakan peningkatan fokus pada social finance (zakat, infak, sedekah dan wakaf) di samping commercial finance. Termasuk juga dalam hal pengembangan market place untuk mengumpulkan pasar tradisional dan UMKM yang berjumlah hampir 60 juta saat ini, dengan tujuan mempertemukan permintaan dan penawaran baik di dalam negeri maupun luar negeri, khususnya di masa-masa lockdown karena pandemi. Apalagi penelitian yang ada menyebutkan bahwa permasalahan keuangan, sumberdaya manusia, dan teknologi merupakan permasalahan klasik yang dihadapi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia. Perkembangan teknologi di bidang keuangan telah berkembang dalam beberapa tahun terakhir ini dan berdampak perubahan perilaku masyarakat dalam bertransaksi keuangan. Hal ini dapat menjadi solusi bagi permasalahan keuangan yang dihadapi UMKM.

Keenam, karena selama pandemi hal ini semakin memperkuat solidaritas sosial dan membantu masyarakat yang membutuhkan.Sistem syariah juga memiliki peran dalam industri farmasi untuk menerapkan aspek halal untuk vaksin. Dalam hal makanan halal, pemerintah juga memberikan kesempatan kepada industri mengembangkan produk dengan gaya hidup sehat.

Dalam industri finansial, sistem perbankan syariah memiliki daya tahan selama krisis pandemi covid-19. Hal ini disebabkan sistem syariah mengadopsi dan melaksanakan nilai yang adil dan transparan yang diharapkan dapat secara konsisten diimplementasikan. Dalam mendukung pembiayaan, pemerintah menerbitkan instrumen berbasis syariah yakni sukuk yang banyak diminati investor dalam dan luar negeri. Diversifikasi instrumen pembiayaan yang dilakukan pemerintah berdasarkan hukum syariah untuk pembiayaan kreatif.

 

 

 

 

Daftar Pustaka

 

Perbankan, D., & Etikonomi, J. (2008). Dasar-dasar Perbankan,. 13(1).

Yenti Sumarni. (2020). Pandemi Covid-19: Tantangan Ekonomi Dan Bisnis. Al Intaj: Jurnal Ekonomi Dan Perbankan Syariah, 6(2), 46–58.

Sa’diyah, D. F., & Mastur. (2020). Strategi Pembangunan Ekonomi Syariah Di Masa Covid-19. Jurnal Dinamika Ekonomi Syariah, 7(2), 169–180.


Diberdayakan oleh Blogger.

Text Widget

Sample Text

Jalan Jenderal Ahmad Yani, Surakarta 57162, Indonesia
Kampus 2 UMS (Universitas Muhammadiyah Surakarta)
Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB-UMS)

Followers

Stats

Didukung Oleh

Didukung Oleh

Link Blog

BTemplates.com

Popular Posts