Suscríbete

Senin, 03 November 2014

Penggunaan Istilah SDI bukan SDM: Kajian kata Insani

Oleh: Azriadian El Haq*
Menarik untuk dikaji jika kawan-kawan berminat mengenai penggunaan kosa kata ini. Pada acara seminar mengenai perbankan syariah seorang pembicara mengatakan bahwa didalam menejemen perbankan syariah menggunakan SDI (sumber daya insani)bukan SDM. Mungkin sebagian orang berfikir karena dalam institusi syariah penggunaan kata saja harus bahasa islami. Disaat yang sama salah satu rekan sejawat di fosei mengatakan pada saya, “bukankan sama saja isinya mengenai menejemen dalam prakteknya juga sama, cuman beda kata insan yang artinya juga manusia”, lalu saya jawab tetap berbeda, bedannya mungkin terletak dalam filosofinya dengan sumber qur’ani. Walaupun belum sempat saya uraikan dengan panjang, mungkin artikel yang saya tulis ini bisa dijadikan bahan diskusi yang memang akan menimbulkan perdebatan, tetapi itu sah-sah saja, kalau tidak ada diskusi matilah yang namanya mahasiswa.
Disini bukan diuraikan mengenai perbedaan menejemennya, tetapi dari arti yang mendasarinya. Karena mungkin pembedahan subtansi jarang diperhatikan, padahal ini akan mempegaruhi worldview (pandangan dunia) kita sebagai muslim. Sekarang memang banyak kalangan yang cenderung pragmatis memandang sesuatu dengan what works, dengan apa yang benar adalah yang berguna bagi sekarang dan lebih kepada prakteknya.1 Pereduksian dengan tanpa memahami subtansi akan membuat orang akan enggan bakan sangsi terhadap penggunaan kata-kata. Contoh mudahnya begini penggunaan SDI tetapi tidak memahami hakikat kata insan serta pelaksanaannya juga sama saja dengan yang sudah ada, cuman ditambah dengan formalitas islam tetapi intinya tetap kapitalis misal. Ini yang membuat kawan-kawan bersikap a priori (masa bodoh) dengan penggunaan kata insan dan manusia. Lha wong prakteknya sama. Kurangnya kesadaran akan makna esensi ditakutkan akan membuat kering spiritualitas walaupun berjubah syariah.
Para ahli telah mengkaji manusia menurut bidang studinya masing-masing, tetapi sampai sekarang para ahli masih belum mencapai kata sepakat tentang manusia. Ini terbukti dari banyaknya kenamaan manusia, misalnya homosapien (manusia berakal), homoeconomicus (manusia ekonomi), yang kadang kala disebut economic animal (binatang ekonomi).2 Manusia diciptakan Allah bukan untuk hidup sekehendaknya, bukan pula hanya untuk makan, hura-hura, dan mencari kebebasan tanpa batas (dibahas dalam artikel ringan refleksi jiwa-jiwa mahasiswa). Tujuan hidup manusia adalah untuk mendapatkan ridha Allah (mardhatillah) sebagaimana pernyataan Allah dala surat al-An’am ayat 162 “Katakanlah, Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku untuk Allah Tuhan semesta Alam”.
Al-Insan
Kata al-insan disebutkan dalam Al-Qur’an sebanyak 65 kali, kata unas sebanyak 5 kali, kata ins sebanyak 18 kali, sedangkan kata an-nas sebanyak 242 kali. Manusia di dalam Al-Qur’an disebut dengan insan (dengan derivasinya), basyar, bani adam/zurriyyati adam Penggunaaan kata insan oleh Al-Qur’an diantaranya adalah untuk menunjukkan bahwa;
1.  Manusia mampu menerima pelajaran (Misalnya, al-‘Alaq: 5, ar-Rahman: 3-4)
2.  Manusia mempunyai musuh yaitu Syaitan (Misalnya, Yusuf: 5)
3.  Manusia memikul amanat (al-Ahzab: 72)
4.  Manusia mempunyai keterkaitan dengan etika sopan santun (al-Ankabut: 8)
Syaikh al-Maraghi berpendapat dengan menerangkan proses pebuatan hati yaitu menyatukan kegiatan berfikir dan menghadirkannya dalam hati dengan menggunakan term insan. Syaikh Wahbah menyebut insan sebagai jasad (badan) dan ruh-nya. Dari beberapa keterangan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa term insan menunjukkan kaitan manusia dengan sikap yang lahir dari kesadaran penalaran. Maka kata insan digunakan Al-Qur’an untuk menunjukkan kepada manusia dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan raga. Yakni manusia yang berbeda antara seseorang dengan yang lainnya, akibat perbedaan fisik, mental, dan kecerdasan.3
Basyar
Penggunaaan kata basyar oleh Al-Qur’an diantaranya adalah untuk menunjukkan bahwa;
1.    Menyebutkan organ manusia, menyebutkan kulit (al-Muddatsir: 29)
2.    Sosok yang nyata secara umum (Misalnya, Maryam: 17, al-Muddastir: 25)
3.    Manusia akan mengalami kematian (al-Anbiya’: 34-35)
4.    Substansi dasar awal penciptaan manusia (Misalnya, Shad: 71, al-Furqan: 54)
5.    Persentuhan biologis ( Misalnya, Ali Imran: 47 dan Maryam: 20)
6.    Berkaitan dengan kenabian (Misalnya, Ali Imran: 79, Hud: 27)
Dengan demikian kata basyar digunakan Al-Qur’an untuk menunjukkan manusia dari sudut lahiriyahnya serta persamaanya dengan manusia seluruhnya.
Bani Adam/Zurriyyati Adam
Penggunaaan kata bani adam/zurriyyati adam oleh Al-Qur’an diantaranya adalah untuk menunjukkan bahwa;
1.  Keharusan manusia memakai pakaian (al-A’raf: 26, 27 dan 31)
2.  Hubungan manusia dengan keimanan (al-A’raf: 172 dan 35, Yasin: 60)
3.  Manusia diberi keistimewaan karena dapat menguasai daratan dan lautan (al-Isra’: 70).
Sedangkan term zurriyati Adam di dalam Al-Qur’an disebutkan sebanyak 1 kali yakni dalam surat Maryam ayat 58. Berdasarkan ayat-ayat diatas term bani Adam digunakan oleh Al-Qur’an untuk menunjukkan pengertian manusia secara umum (universal). Sedangkan term zurriyati Adam membicarakan tentang diantara orang-orang yang diberikan nikmat oleh Allah adalah keturunan Adam yang menjadi nabi.
Kesimpulan
Menurut Wahbah az-Zuhaili tiap-tiap term diatas terdapat beberapa perbedaan, insan digunakan untuk menunjuk manusia secara totalitas, jasmani-rohani, basyar hanya digunakan untuk menunjukkan manusia dalam sisi luarnya, sedangkan bani adam/zurriyyati adam untuk menyebut manusia secara umum (universal). Jelas sekali bahwa penggunaan kata Insan jika dipahami mendalam sangat berkaitan dengan aspek badan, transendental/spiritualitas dan sosial, secara vertical dan horizontal, hubungan dengan Allah-hubungan dengan manusia-hubungan dengan alam secara tolalits harus berkesinambungan/saling keterkaitan. Ini sejalan dengan konsep S.H Naquib al-Attas tentang konsep islamisasi bahasa, 4 kalau masalah penggunaan bahasa tidak dipahami, dikaitkan dan diamalkan malah akan terjadi sekularisasi bahasa-bahasa islam. Begitu.


Penulis adalah mahasiswa FAI Jurusan syariah semester 5, Staf KIO (Kontrol Internal Organisasi) Departemen 4 Kaderisasi FoSEI FEB UMS
Sumber Referensi
1Kutowijoyo. 2006. Islam Sebagai Ilmu. Yogyakarta: Tiara Wacana.
2Hadzuka, “Konsep Insan Kamil Menurut Murtadha Muthahhari dan Relevansinya dalam Tujuan Pendidikan Islam” (diakses tanggal, 31 Oktober 2014).
3Rifqi Sururi, “Manusia dan kemanusiaan dalam prespektif at tafsir al-munir karya syaikh wahbah az-zuhaili” (http://rifqisururi.wordpress.com/ diakses tanggal, 31 Oktober 2014).
4Sholeh, Khudori. 2004. “Wacana Baru Filsafat Islam”. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Diberdayakan oleh Blogger.

Text Widget

Sample Text

Jalan Jenderal Ahmad Yani, Surakarta 57162, Indonesia
Kampus 2 UMS (Universitas Muhammadiyah Surakarta)
Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB-UMS)

Followers

Stats

Didukung Oleh

Didukung Oleh

Link Blog

BTemplates.com

Popular Posts