Suscríbete

Kamis, 26 April 2012

PENGENTASAN KEMISKINAN DALAM ISLAM

Oleh: Joko Prasojo

"Seandainya Kemiskinan berwujud seorang manusia, niscaya aku
akan membunuhnya"
(Ali bin Abi Thalib)
Hal ini terdapat beberapa pendirian terhadap masalah kemiskinan. Pertama, pendirian yang menyucikan kemiskinan. Bagi golongan ini kemiskinan bukan masalah yang harus dipecahkan, tetapi harus dibiarkan, karena dengan demikian manusia manusia bisa berkonsentrasi berhubungan dengan Tuhannya, tidak di ganggu dengan urusan duniawi. Kedua, pendirian para fatalis yang menganggap bahwa kemiskinan itu merupakan taqdir Allah dan Manusia harus sabar dengan ujian itu. Ketiga, pendirian ketiga sama dengan fatalis, namun mereka maju selangkah. Yaitu secara perorangan mereka harus membantu orangorang miskin. Madzhab ini dikenal sebagai "kebajikan Pribadi". Keempat, kaum kapitalis memandang kemiskinan adalah menimbulkan problem yang harus diselesaikan dengan orang
miskin sendiri, sedangkan orang kaya bebas dalam mempergunakan hartanya. Kelima, Kaum Marxis yang menyatakan bahwa kemiskinan itu bisa diatasi kalau kaum borjuis dan kekayaannya tidak dimusnahkan, tetapi lalu ditata kelas-kelas baru.
Kemiskinan dan orang-orang miskin sudah dikenal oleh manusia dan jauh sejarah, semenjak zaman-zaman lamapu. Oleh karena itu beralasan sekali bila kita mengataka bahwa kebudayaan umat manusia dalam satu kurunnya tidak pernah sepi dari orang-orang yang berusaha membawa kebudayaan itu memperhatikan nilai manusiawi dasar, yaitu perasaan merasa tersentuh melihat penderitaan orang-orang lain dan berusaha melepasakan mereka dari kemiskinan dan kepapanan atau paling kurang meringankan nasib yang mereka derita tersebut.
Namun situasi yang dihadapi oleh orang-orang miskin pada kenyataannya tidak memungkinkan maksud itu tercapai., hal itu sudah merupakan noda hidup hitam yang mengotori muka umat manusia, di mana masyarakat tidak tersentuh lagi oleh nasihat para budiman dan peringatan para cerdik pandai.
Seorang ilmuan besar Prof. Mohd. Faris Wajdi membeberkan kepada kita tentang sejarah hitam hubungan antara orang-orang kaya dengan orang-orang miskin yang telah berlangsung semnjak kebudayaab-kebudayaan pertama manusia. Kata-katanya, “ Pada bangsa apa pun peneliti mengarahkan perhatinya, selalu hanya akan menemukan dua golongan manusia yang tidak ada ketiganya, yaitu golongan yang berkecukupan dan goloangan yang melarat. Dibalik itu selalu didapatkan suatu keadaan yang sangat menarik , yaitu golongan yang berkucupan selalu semakin makmur tanpa bats, sedangkan golongan yang melarat selalu semakin kurus sehingga hampir-hampir tercampak di atas tanah, terhempas tak berdaya. Terancamlah bangunan masyarakat oleh karena fondamennya goyah, sedangkan orang-orang yang hidup bermewah-mewah itu sudah tidak sadar mulai dari mana atap diatasnya runtuh.”
Mesir pada zaman kunonya merupakan surge diatas bumi ini. Apa saja tumbuh, yang dapat memberi makan berlipat-lipat ganda penduduknya. Tetapi golongan miskin di sana tidak mempunyai apa yang bisa mereka makan. Oleh karena golongan kaya tidak meninggalkan sisa selain ampas-ampas yang tidak berguna dan tidak mengobati lapar. Kemudian ketika kelaparan melanda pada Dinasti XII, orang-orang miskin menjual diri mereka kepda orang-orang kaya yang kemudian dijepit dan ditekan habis-habisan.
Dalam kerajaan Babilonia, keadaan persis sama dengan di Mesir. Orang-orang miski tidak pernah dapat menkmati hasil-hasil negeri mereka, sedangankan kesuburan negeri mereka itu tidak ada bedanya dengan Mesir: semua mengalir ke Persia. Lalu pada zaman Yunani keadaan tidak berbeda, bahkan ada raja-raja yang melakukan tindakan-tindakan yang membuat bulu kuduk merinding: orang-orang miskin itu digiring dengan cambuk ke tempat-tempat yang paling tertkutuk, dan bila salah sedikit saja disembelih ssperti domba.
Di Yunani, orang-orang kaya hanya meninggalkan tanah-tanah yang tidak bisa ditanami buat orang-orang yang melarat. Yang oleh karena itu orang-orang tersebut mengalami berbagai macam kepapanan.
Di Athena orang-orang kaya sampai menilai orang-orang miskin bisa dijual sebagai budak bila mereka tidak memenuhi kewajiban mereka mempersembahakan hadiah-hadiah.
Sedangakan di Roma, negeri gudang hokum dan ahli-ahlinya, orang-orang berpunya berkuasa penuh atas rakyat biasa. Mereka melakukan diskriminasi yang membuat rakyat biasa itu dalam pandangan mereka tidak berbeda dari anak-anak buangan dalam pandangan orang-orang di India: tidak akan diberi seteguk air sebelum menguras tenaga. Akhirnya orang-orang itu melarikan diri dari kota-kota dan menguncilkan diri dari pergaulan dengan memendam perasaan geram.
Ilmuan besar Mislih di kerajaan Romawi berkata, “Orang-orang miskin semakin hari semakin miskin, sedangkan orang-orang kaya semakin kaya. Mereka berteriak-teriak” Binasalah dan matikan orang-orang banyak itu kelaparan, bila mereka tidak sanggup pergi ke medan perang!”
Dan setelah kekaisaran Romawi hancur digantikan oleh kerajaan-kerjaan Eropa, nasib-nasib orang miskin semakin jelek. Mereka dimana pun dijual besama tanah milik mereka seperti binatang.”
Demikianlah kondisi dan posisi orang-orang miskin dan orang-orang kaya pada abad-abad yang lalu. Lalu apakah yang telah diperbuat agama-agama untuk memperbaiki kondisi itu mempersempit jurang pemisah antara mereka dengan orang-orang kaya tersebut?
Perhatian Islam Terhadap Penanggulangan Kemiskinan
Perhatian Islam terhadap penanggulan kemiskinan dan fakir miskin tidak dapat diperbandingkan dengan agama samawi dan aturan iptaan manusia manapun, baik dari segi pengarahan maupun dari segi pengaturan dan penerapan.
1.      Memberi makan orang miskin adalah realisasi Iman
Dalam surat al-Muddaststir, yaitu salah satu surat yang turun pertama, Qur’an memperlihatkan kepda kita suatu peristiwa di akhirat, yaitu peristiwa “orang-orang kanan” Muslimin di dalam surga bertanya-tanya mengapa orang-orang kafir dan pembohong-pembohong itu dicebloskan ke neraka. Mereka lalu bertanya, yang memperoleh jawaban bahwa mereka dicenloskan ke dalam neraka oleh karena tidak memperhatikan dan membiarkan orang-orang miskin menjadi mangsa. Firman Allah:
Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya, kecuali golongan kanan, berada di dalam syurga, mereka tanya menanya, tentang (keadaan) orang-orang yang berdosa, "Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?" mereka menjawab: "Kami dahulu tidak Termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, dan Kami tidak (pula) memberi Makan orang miskin, dan adalah Kami membicarakan yang bathil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya, dan adalah Kami mendustakan hari pembalasan, (QS al-Muddaststir 74 :38-46)
Memberi makan orang miskin meliputi juga memberi pakaian, perumahan, dan kebutuhan-kebutuhan pokoknya.
2.      Dorongan Supaya Orang-orang Miskin Diperhatikan
Islam tidak hanya menghimbau agar orang-orang miskin diperhatikan dan diberi makan, dan mengancam bila mereka dibiarkan terlunta-lunta, tetapi lebih dari itu dibebani setiap orang Mu’min mendorong orang lain memberi makan dan memperhatikan orang-orang miskin tersebut dan memberi siksa yang tidak mengerjakan kewajiban itu. Firman Allah:
(Allah berfirman): "Peganglah Dia lalu belenggulah tangannya ke lehernya. kemudian masukkanlah Dia ke dalam api neraka yang menyala-nyala. kemudian belitlah Dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta. Sesungguhnya Dia dahulu tidak beriman kepada Allah yang Maha besar. dan juga Dia tidak mendorong (orang lain) untuk memberi Makan orang miskin. (QS al-Haqqah 64 : 30-34)
“Menyuruh memberi makan” disini berarti menganjurkan, mendorong, dan mendo’akan.
3.      Hak Peminta-minta , Berkekurangan, Miskin, atau Telantar
Dalam Qur’an, surat adz-Dzariyat 19-20, Allah menerangkan tentang orang-orang yang pantas memperoleh surga, dengan sifat mereka yang terpenting sebagai berikut: Dalam kekayaan mereka tersedia hak peminta-minta dan orang-orang yang hidup serba kekurangan. Orang-orang yang bertakwa seperti itu menyadari sepnuhnya bahwa harta kekayaan mereka bukanlah sepenuhnya milik sendiri yang dapat memperlakukan semaunya sendiri, tetapi menyadari bahwa didalam kekayaan mereka ada hak orang yang membutuhkan. Allah berfirman:
Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia Amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya, dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta), (QS Al Ma’aarij 70 :19-25)
Demikian juga dengan apa yang dikemukakan oleh Yusuf al-Qardhawi,
bahwa kemiskinan ini bisa terentaskan kalau setiap individu mencapai taraf hidup yang layak didalam masyarakat. Dan untuk mencapai taraf hidup yang diidealkan itu islam memberikan kontribusi berbagai cara dengan jalan sebagai berikut:
1. Bekerja
Setiap orang yang hidup dalam masyarakat Islam, diharuskan bekerja dan diperhatikan berkelana dipermukaan bumi ini. Serta diperintahkan makan dari rizki Allah. dalamAllah Berfirman:
Artinya : "Dialah yang menjadikan bumi itu rumah bagimu, maka berjalanlah disegala penjurunya dan makanlah sebagian rizki-Nya".( QS. Al-Mulk : 15)
Bekerja merupakan suatu yang utama untuk memerangi kemiskinan, modal pokok untuk menvapai kekayaan, dan faktor dominan dalam menciptakan kemakmuran dunia. Dalam tugas ini, Allah telah memilih manusia untuk mengelola bumi.
2. Mencukupi keluarga yang lemah
Sudah menjadi dasar pokok dalam syari'at Islam, bahwa setiap individu harus harus memerangi kemiskinan dengan mempergunakan senjatanya, yaitu dengan bekerja dan berusaha. Di balik itu, apa dosa orang-orang lemah yang tidak mampu bekerja? Apa dosa para janda yang ditinggal para suaminya dalam keadaan tidak berharta? Apa dosa anak-anak yang masih kecil dan orang tuanya yang sudah lanjut usia? Apa dosa orang cacat selamanya, sakit dan lumpuh? sehingga mereka semua kehilangan pekerjaannya? Apakah mereka dibiarkan begitu saja karena bencana tengah melanda dan menimpa mereka, sehingga mereka terlantar dalam kehidupan yang tidak menentu?
Melihat realitas di atas Islam tidak menutup mata, namun Islam justru mengentaskan mereka dari lembah kemiskinan dan kemelaratan, serta menghindari mereka dari perbuatan rendah dan hina, seperti mengemis dan meminta-minta. Pertama-tama konsep yang yang dikemukakan untuk menanggulangi hal itu adalah adanya jaminan antara anggota suatu rumpun keluarga, Islam telah menjadikan antara anggota keluarga saling menjamin dan mencukupi. Sebagian meringankan penderitaan anggota yang lain. Yang kuat membantu yang lemah, yang kaya mencukupi yang miskin, yang mampu memperkuat yang tidak mampu, karena itu hubungan yang mengikat mereka. Faktor kasih sayang, cinta mencintai, dan saling membantu adalah ikatan serumpun kerabat. Demikinlah sebenarnya hakekat hubungan alami. Hal ini telah didukung oleh kebenaran syari'at Islam, sebagaimana yang disebutkan dalm QS. Al- Anfal: 75:
Artinya: "Dan anggota keluarga, sebagiannya lebih berhak terhadap anggota keluarga yang lain, menurut kitab Allah".
3. Zakat
Tidak semua fakir miskin mempunyai keluarga yang mampu dan sanggup memberi bantuan. Apakah kiranya yang akan dibuat oleh fakir miskin yang malang itu? Apakah mereka dibiarkan begitu saja, hidup dibawah tekanan kemelaratan dan ancaman kelaparan, sedangkan masyarakat disekitarnya yang didalamnya terdapat orang-orang kaya, hanya menyaksikan penderitaan mereka?.
Islam tidak akan membiarkan begitu saja nasib fakir miskin yang terlantar. Sesungguhnya allah SWT telah menetapkan bagi mereka suatu hak tertentu di dalam harta orang-orang kaya, dan suatu bagian yang tetap dan pasti, yaitu zakat. Sasaran utama bagi zakat itu adalah untuk mencukupi kebutuhan orang-orang miskin.
5. Shodaqoh
Islam juga berusaha membentuk pribadi yang luhur, dermawan, dan murah hati. Pribadi yang luhur adalah insan yang suka memberikan lebih dari apa yang diminta, suka mendermakan lebih dari apa yang diwajibkan. Ia suka memberikan sesuatu, kendati tidak diminta dan tidak dituntu terlebih dahulu. Ia suka berderma (memberi infaq) dikala siang maupun malam.

Sebab itulah, telah turun sejumlah al-qur'an yang agung dan hadits Rasulullah yang mulia sebagai pembawa berita gembira dan penyampaian ancaman siksa, pembangkit dan penggerak gairah kerja, pendorong kearah ikhlas, berjuang, dan berderma serta pencegah sikap-sikap kikir dan bakhil. Sebagaimana Allah berfirman dalam QS. Al-baqarah (2): 245:
Artinya: "Siapa saja yang mau meminjamkan kepada Allah dengan satu pinjaman yang baik, ia akan mengadakan (pembayaran) itu dengan berlipat ganda. Sebab, Allahlah yang menyempitkan dan meluakan rizki, dan kepadanyalah kalian dikendalikan".
Allah berfirman dalam QS. Al-Insan: 8- 10, yang artinya;
"Dan mereka memberi makanan yang diseganinya, kepada orang-orang miskin, dan anak-anak yatim, dan orang tawanan. Sesungguhnya kami tidak memberi makanan kepada kamu melainkan karena Allah, kami tidak mengharap dari kamu balasan dan ucapan terimakasih. Sesungguhnya kami takit akan adzab Tuhan kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang yang bermuka masam penuh kesulitan".

 Ditulis dari berbagai sumber.




Diberdayakan oleh Blogger.

Text Widget

Sample Text

Jalan Jenderal Ahmad Yani, Surakarta 57162, Indonesia
Kampus 2 UMS (Universitas Muhammadiyah Surakarta)
Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB-UMS)

Followers

Stats

Didukung Oleh

Didukung Oleh

Link Blog

BTemplates.com

Popular Posts