Suscríbete

Senin, 09 April 2012

KEMISKINAN: ORANG-ORANG MISKIN DALAM KEBUDAYAAN-KEBUDAYAAN MASA LAMPAU

Kemiskinan dan orang-orang miskin sudah dikenal oleh manusia dan jauh sejarah, semenjak zaman-zaman lamapu. Oleh karena itu beralasan sekali bila kita mengataka bahwa kebudayaan umat manusia dalam satu kurunnya tidak pernah sepi dari orang-orang yang berusaha membawa kebudayaan itu memperhatikan nilai manusiawi dasar, yaitu perasaan merasa tersentuh melihat penderitaan orang-orang lain dan berusaha melepasakan mereka dari kemiskinan dan kepapanan atau paling kurang meringankan nasib yang mereka derita tersebut.
Namun situasi yang dihadapi oleh orang-orang miskin pada kenyataannya tidak memungkinkan maksud itu tercapai., hal itu sudah merupakan noda hidup hitam yang mengotori muka umat manusia, di mana masyarakat tidak tersentuh lagi oleh nasihat para budiman dan peringatan para cerdik pandai.
Seorang ilmuan besar Prof. Mohd. Faris Wajdi membeberkan kepada kita tentang sejarah hitam hubungan antara orang-orang kaya dengan orang-orang miskin yang telah berlangsung semnjak kebudayaab-kebudayaan pertama manusia. Kata-katanya, “ Pada bangsa apa pun peneliti mengarahkan perhatinya, selalu hanya akan menemukan dua golongan manusia yang tidak ada ketiganya, yaitu golongan yang berkecukupan dan goloangan yang melarat. Dibalik itu selalu didapatkan suatu keadaan yang sangat menarik , yaitu golongan yang berkucupan selalu semakin makmur tanpa bats, sedangkan golongan yang melarat selalu semakin kurus sehingga hampir-hampir tercampak di atas tanah, terhempas tak berdaya. Terancamlah bangunan masyarakat oleh karena fondamennya goyah, sedangkan orang-orang yang hidup bermewah-mewah itu sudah tidak sadar mulai dari mana atap diatasnya runtuh.”
Mesir pada zaman kunonya merupakan surge diatas bumi ini. Apa saja tumbuh, yang dapat memberi makan berlipat-lipat ganda penduduknya. Tetapi golongan miskin di sana tidak mempunyai apa yang bisa mereka makan. Oleh karena golongan kaya tidak meninggalkan sisa selain ampas-ampas yang tidak berguna dan tidak mengobati lapar. Kemudian ketika kelaparan melanda pada Dinasti XII, orang-orang miskin menjual diri mereka kepda orang-orang kaya yang kemudian dijepit dan ditekan habis-habisan.
Dalam kerajaan Babilonia, keadaan persis sama dengan di Mesir. Orang-orang miski tidak pernah dapat menkmati hasil-hasil negeri mereka, sedangankan kesuburan negeri mereka itu tidak ada bedanya dengan Mesir: semua mengalir ke Persia. Lalu pada zaman Yunani keadaan tidak berbeda, bahkan ada raja-raja yang melakukan tindakan-tindakan yang membuat bulu kuduk merinding: orang-orang miskin itu digiring dengan cambuk ke tempat-tempat yang paling tertkutuk, dan bila salah sedikit saja disembelih ssperti domba.
Di Yunani, orang-orang kaya hanya meninggalkan tanah-tanah yang tidak bisa ditanami buat orang-orang yang melarat. Yang oleh karena itu orang-orang tersebut mengalami berbagai macam kepapanan.
Di Athena orang-orang kaya sampai menilai orang-orang miskin bisa dijual sebagai budak bila mereka tidak memenuhi kewajiban mereka mempersembahakan hadiah-hadiah.
Sedangakan di Roma, negeri gudang hokum dan ahli-ahlinya, orang-orang berpunya berkuasa penuh atas rakyat biasa. Mereka melakukan diskriminasi yang membuat rakyat biasa itu dalam pandangan mereka tidak berbeda dari anak-anak buangan dalam pandangan orang-orang di India: tidak akan diberi seteguk air sebelum menguras tenaga. Akhirnya orang-orang itu melarikan diri dari kota-kota dan menguncilkan diri dari pergaulan dengan memendam perasaan geram.
Ilmuan besar Mislih di kerajaan Romawi berkata, “Orang-orang miskin semakin hari semakin miskin, sedangkan orang-orang kaya semakin kaya. Mereka berteriak-teriak” Binasalah dan matikan orang-orang banyak itu kelaparan, bila mereka tidak sanggup pergi ke medan perang!”
Dan setelah kekaisaran Romawi hancur digantikan oleh kerajaan-kerjaan Eropa, nasib-nasib orang miskin semakin jelek. Mereka dimana pun dijual besama tanah milik mereka seperti binatang.”
Demikianlah kondisi dan posisi orang-orang miskin dan orang-orang kaya pada abad-abad yang lalu. Lalu apakah yang telah diperbuat agama-agama untuk memperbaiki kondisi itu mempersempit jurang pemisah antara mereka dengan orang-orng kaya tersebut?

Sumber: hukum zakat karya Dr Yusuf Qardawi

Diberdayakan oleh Blogger.

Text Widget

Sample Text

Jalan Jenderal Ahmad Yani, Surakarta 57162, Indonesia
Kampus 2 UMS (Universitas Muhammadiyah Surakarta)
Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB-UMS)

Followers

Stats

Didukung Oleh

Didukung Oleh

Link Blog

BTemplates.com

Popular Posts