Suscríbete

Kamis, 12 April 2012

Great Gap yang Tak Pernah Terjadi

Oleh: Septi Muryani Rahmawati


Umat Islam telah lama mengimpor ilmu-ilmu sosial dari barat, tidak terkecuali ilmu ekonomi. Ilmu ekonomi telah diajarkan sebagai sebuah obyek yang vital di seluruh sekolah formal dan perguruan tinggi. Apa yang diajarkan tersebut tidaklah berbeda dengan apa yang diajarkan sekolah-sekolah di barat. Jarang sekali ada upaya menganalisis manfaat yang diperoleh barat sendiri maupun manfaat jangka panjang bagi dunia Islam. Alih-alih menganalisis manfaat jangka panjang, umat Islam terlalu sering mengadopsi secara penuh apa yang dilihatnya dari barat.
Dunia Islam telah lama mengadopsi semua yang berbau barat mulai dari aspek politik, ekonomi, bahkan intelektualisme yang terkesan tunduk pada barat. Wacana keilmuan, dalam hal ini ilmu ekonomi yang diadopsi dari barat dipertahankan tanpa ada sterilisasi dari aspek materialis dan sekuler. Akibatnya, rekam jejak pemikiran para pendahulu umat muslim, yakni para ilmuan sekelas Ibnu Khaldun tak pernah dikenalkan di mimbar akademik. Ilmu ekonomi diajarkan tanpa sedikitpun kritikan berdasarkan ajaran agama Islam, atau tanpa sedikitpun menyebutkan kontribusi yang telah diberikan para ilmuan muslim abad lampau. Hal ini pernah diduga oleh Ibnu Khaldun dalam masterpiecenya Mukaddimah, bahwa bangsa yang ditaklukkan akan cenderung melakukan imitasi karakteristik penakluknya.
Tesis Joseph Scumpeter yang dipublikasikan pada tahun 1954 semakin menunjukkan tidak diakuinya kontribusi cendikiawan muslim dalam pembangunan tatanan keilmuan ekonomi. Scumpeter melalui tesisnya yang berjudul History of Economic Analysis telah menyimpulkan terjadinya great gap antara periode bangsa Yunani dan zaman skolastik. Kesenjangan yang diperkirakan terjadi selama lebih dari 500 tahun tersebut dianggap sebagai sebuah masa yang steril dan tidak produktif. Tesis ini menyebabkan tercerabutnya teori ekonomi modern dari moral dan etis yang telah dibangun oleh ilmuan muslim di abad XIII.
Scumpeter nampaknya tidak menengok ke timur saat menulis tesisnya. Kesenjangan besar selama lebih dari 500 tahun yang dianggap sebagai dark age pada bangsa barat justru merupakan masa keemasan di dunia Islam. Abad pertengahan adalah masa keemasan bagi dunia Islam. Pada abad ini, ilmu ekonomi telah dibangun secara teoritis oleh ilmuan muslim meskipun tidak dalam satu bidang khusus ataupun dalam satu karya yang utuh membahas ekonomi. Pecahan-pecahan teori ekonomi dengan mudah ditemukan hampir di setiap karya ilmuan muslim ketika itu. Bahkan saat melihat karya Saint Thomas Aquinas summa theologica misalnya, mengingatkan secara utuh akan karya Abu Hamid al-Ghazali, ihya’ ulumuddin. Nama-nama lain seperti Ibnu Sina (Avicenna, w.428/1037) atau Ibnu Rusyd (Avirroes, w.595/1198) juga muncul pada hampir di setiap halaman buku-buku yang ditulis para filosof skolastik. Hal ini membuktikan bahwa kontribusi bangsa Yunani terhadap ilmu pengetahuan dapat dinikmati barat berkat kontribusi yang kaya dari ilmuan muslim.
Andai Scumpeter menyadari bahwa sejarah ilmu pengetahuan berlangsung secara kontinyu, karya yang telah disusunnya tentunya tak akan menyebabkan blind spot dalam sejarah pemikiran ekonomi. Jika perkembangan ilmu pengetahuan disadari sebagai sebuah bentuk proses evolusioner yang berkelanjutan, maka ia tak akan menarik kesimpulan adanya kesenjangan yang besar selama lebih dari 500 tahun. Karena justru ia akan menemukan fondasi dimana sarjana barat dan filosof skolastik membangun intelektual mereka.

Diberdayakan oleh Blogger.

Text Widget

Sample Text

Jalan Jenderal Ahmad Yani, Surakarta 57162, Indonesia
Kampus 2 UMS (Universitas Muhammadiyah Surakarta)
Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB-UMS)

Followers

Stats

Didukung Oleh

Didukung Oleh

Link Blog

BTemplates.com

Popular Posts