Suscríbete

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Senin, 03 November 2014

Penggunaan Istilah SDI bukan SDM: Kajian kata Insani

Oleh: Azriadian El Haq*
Menarik untuk dikaji jika kawan-kawan berminat mengenai penggunaan kosa kata ini. Pada acara seminar mengenai perbankan syariah seorang pembicara mengatakan bahwa didalam menejemen perbankan syariah menggunakan SDI (sumber daya insani)bukan SDM. Mungkin sebagian orang berfikir karena dalam institusi syariah penggunaan kata saja harus bahasa islami. Disaat yang sama salah satu rekan sejawat di fosei mengatakan pada saya, “bukankan sama saja isinya mengenai menejemen dalam prakteknya juga sama, cuman beda kata insan yang artinya juga manusia”, lalu saya jawab tetap berbeda, bedannya mungkin terletak dalam filosofinya dengan sumber qur’ani. Walaupun belum sempat saya uraikan dengan panjang, mungkin artikel yang saya tulis ini bisa dijadikan bahan diskusi yang memang akan menimbulkan perdebatan, tetapi itu sah-sah saja, kalau tidak ada diskusi matilah yang namanya mahasiswa.
Disini bukan diuraikan mengenai perbedaan menejemennya, tetapi dari arti yang mendasarinya. Karena mungkin pembedahan subtansi jarang diperhatikan, padahal ini akan mempegaruhi worldview (pandangan dunia) kita sebagai muslim. Sekarang memang banyak kalangan yang cenderung pragmatis memandang sesuatu dengan what works, dengan apa yang benar adalah yang berguna bagi sekarang dan lebih kepada prakteknya.1 Pereduksian dengan tanpa memahami subtansi akan membuat orang akan enggan bakan sangsi terhadap penggunaan kata-kata. Contoh mudahnya begini penggunaan SDI tetapi tidak memahami hakikat kata insan serta pelaksanaannya juga sama saja dengan yang sudah ada, cuman ditambah dengan formalitas islam tetapi intinya tetap kapitalis misal. Ini yang membuat kawan-kawan bersikap a priori (masa bodoh) dengan penggunaan kata insan dan manusia. Lha wong prakteknya sama. Kurangnya kesadaran akan makna esensi ditakutkan akan membuat kering spiritualitas walaupun berjubah syariah.
Para ahli telah mengkaji manusia menurut bidang studinya masing-masing, tetapi sampai sekarang para ahli masih belum mencapai kata sepakat tentang manusia. Ini terbukti dari banyaknya kenamaan manusia, misalnya homosapien (manusia berakal), homoeconomicus (manusia ekonomi), yang kadang kala disebut economic animal (binatang ekonomi).2 Manusia diciptakan Allah bukan untuk hidup sekehendaknya, bukan pula hanya untuk makan, hura-hura, dan mencari kebebasan tanpa batas (dibahas dalam artikel ringan refleksi jiwa-jiwa mahasiswa). Tujuan hidup manusia adalah untuk mendapatkan ridha Allah (mardhatillah) sebagaimana pernyataan Allah dala surat al-An’am ayat 162 “Katakanlah, Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku untuk Allah Tuhan semesta Alam”.
Al-Insan
Kata al-insan disebutkan dalam Al-Qur’an sebanyak 65 kali, kata unas sebanyak 5 kali, kata ins sebanyak 18 kali, sedangkan kata an-nas sebanyak 242 kali. Manusia di dalam Al-Qur’an disebut dengan insan (dengan derivasinya), basyar, bani adam/zurriyyati adam Penggunaaan kata insan oleh Al-Qur’an diantaranya adalah untuk menunjukkan bahwa;
1.  Manusia mampu menerima pelajaran (Misalnya, al-‘Alaq: 5, ar-Rahman: 3-4)
2.  Manusia mempunyai musuh yaitu Syaitan (Misalnya, Yusuf: 5)
3.  Manusia memikul amanat (al-Ahzab: 72)
4.  Manusia mempunyai keterkaitan dengan etika sopan santun (al-Ankabut: 8)
Syaikh al-Maraghi berpendapat dengan menerangkan proses pebuatan hati yaitu menyatukan kegiatan berfikir dan menghadirkannya dalam hati dengan menggunakan term insan. Syaikh Wahbah menyebut insan sebagai jasad (badan) dan ruh-nya. Dari beberapa keterangan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa term insan menunjukkan kaitan manusia dengan sikap yang lahir dari kesadaran penalaran. Maka kata insan digunakan Al-Qur’an untuk menunjukkan kepada manusia dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan raga. Yakni manusia yang berbeda antara seseorang dengan yang lainnya, akibat perbedaan fisik, mental, dan kecerdasan.3
Basyar
Penggunaaan kata basyar oleh Al-Qur’an diantaranya adalah untuk menunjukkan bahwa;
1.    Menyebutkan organ manusia, menyebutkan kulit (al-Muddatsir: 29)
2.    Sosok yang nyata secara umum (Misalnya, Maryam: 17, al-Muddastir: 25)
3.    Manusia akan mengalami kematian (al-Anbiya’: 34-35)
4.    Substansi dasar awal penciptaan manusia (Misalnya, Shad: 71, al-Furqan: 54)
5.    Persentuhan biologis ( Misalnya, Ali Imran: 47 dan Maryam: 20)
6.    Berkaitan dengan kenabian (Misalnya, Ali Imran: 79, Hud: 27)
Dengan demikian kata basyar digunakan Al-Qur’an untuk menunjukkan manusia dari sudut lahiriyahnya serta persamaanya dengan manusia seluruhnya.
Bani Adam/Zurriyyati Adam
Penggunaaan kata bani adam/zurriyyati adam oleh Al-Qur’an diantaranya adalah untuk menunjukkan bahwa;
1.  Keharusan manusia memakai pakaian (al-A’raf: 26, 27 dan 31)
2.  Hubungan manusia dengan keimanan (al-A’raf: 172 dan 35, Yasin: 60)
3.  Manusia diberi keistimewaan karena dapat menguasai daratan dan lautan (al-Isra’: 70).
Sedangkan term zurriyati Adam di dalam Al-Qur’an disebutkan sebanyak 1 kali yakni dalam surat Maryam ayat 58. Berdasarkan ayat-ayat diatas term bani Adam digunakan oleh Al-Qur’an untuk menunjukkan pengertian manusia secara umum (universal). Sedangkan term zurriyati Adam membicarakan tentang diantara orang-orang yang diberikan nikmat oleh Allah adalah keturunan Adam yang menjadi nabi.
Kesimpulan
Menurut Wahbah az-Zuhaili tiap-tiap term diatas terdapat beberapa perbedaan, insan digunakan untuk menunjuk manusia secara totalitas, jasmani-rohani, basyar hanya digunakan untuk menunjukkan manusia dalam sisi luarnya, sedangkan bani adam/zurriyyati adam untuk menyebut manusia secara umum (universal). Jelas sekali bahwa penggunaan kata Insan jika dipahami mendalam sangat berkaitan dengan aspek badan, transendental/spiritualitas dan sosial, secara vertical dan horizontal, hubungan dengan Allah-hubungan dengan manusia-hubungan dengan alam secara tolalits harus berkesinambungan/saling keterkaitan. Ini sejalan dengan konsep S.H Naquib al-Attas tentang konsep islamisasi bahasa, 4 kalau masalah penggunaan bahasa tidak dipahami, dikaitkan dan diamalkan malah akan terjadi sekularisasi bahasa-bahasa islam. Begitu.


Penulis adalah mahasiswa FAI Jurusan syariah semester 5, Staf KIO (Kontrol Internal Organisasi) Departemen 4 Kaderisasi FoSEI FEB UMS
Sumber Referensi
1Kutowijoyo. 2006. Islam Sebagai Ilmu. Yogyakarta: Tiara Wacana.
2Hadzuka, “Konsep Insan Kamil Menurut Murtadha Muthahhari dan Relevansinya dalam Tujuan Pendidikan Islam” (diakses tanggal, 31 Oktober 2014).
3Rifqi Sururi, “Manusia dan kemanusiaan dalam prespektif at tafsir al-munir karya syaikh wahbah az-zuhaili” (http://rifqisururi.wordpress.com/ diakses tanggal, 31 Oktober 2014).
4Sholeh, Khudori. 2004. “Wacana Baru Filsafat Islam”. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Dialektika Ekonomi Islam: Sebuah Tesis, Anti Tesis atau Sistesis ?



Oleh: Azriadian El Haq*


Dalam melihat fenomena ekonomi islam atau ekonomi syariah biasanya menggunakan sudut pandang islam. Tetapi jarang melihat dari pisau sudut pandang pemikiran diluar islam. Dan menganggap pemikiran dari luar itu adalah virus yang harus dihindari (phobia) karena kita sudah menganggap mazhab tertentu misal, yang akan membuat cakrawala berfikir parsial. Kejumudan berfikir yang demikian juga akan mengakibatkan sebuah kajian (baca; ekonomi islam) akan terlihat eksklusif padahalkan islam itu universal, bagi semua makluk (rahmatan lilalamin).
Ekonomi islam tentu tidak terlepas dari sejarahnya yang diawali dengan tongkat estafet nabi Muhammad sampai masa kejayaannya dan kemundurannya, sampai sekarang mulai bangkit lagi. Berkaitan dengan sejarah mungkin ada yang sudah mengenal tokoh ini Georg Wilhelm Friedrich Hegel1, seorang ahli filsafat sejarah dari Jerman yang mengembangkan pemikiran dari Imanuel Kant. Ia mencetuskan apa yang disebut dialektika hukum sosial, berlaku sampai kapanpun dan dimanapun. Sejarah kehidupan ini akan selalu berbenturan entah ada yang baru, mempertahankan yang lama atau kompromi keduanya. Dialektika Hegel menyatakan bahwa ada yang disebut tesis, anti tesis dan sintesis. Kalau saya gambarkan dengan tahap 1-2-3-4.
Walaupun teori ini sepertinya terlalu sederhana untuk dipakai dalam fenomena sekarang, tetapi para ahli masih mengangap ini relevan. Fenomena A (tesis) dilawan dengan B (anti tesis) jika A menang akan menjadi A (sintesis) begitu sebaliknya. Jika terjadi kompromi A dengan B terbentuk solusi C, maka C adalah sintesis. Proses sistesis adalah hasil benturan keduanya (entah itu kompromi, win-win solution, perjanjian, atau ide baru, dan semua proses sosial atau budaya baru) begitu seterusnya.2 Hasil sintesis akan menjadi tesis lalu terbentukan anti tesis begitu seterusnya.
Jika dilihat dari sejarahnya ekonomi islam pada masa nabi kususnya fase di Madinah ia berupa anti tesis lalu berubah menjadi sintesis pengganti kebiasaan perekonomian masyarakat jahiliyah pada waktu itu. Pada era modern, misal terdapat ekonomi kapitalis eropa untuk menjajah (baca; tesis), muncul Karl Marx membawa ide ekonomi sosialis (baca; anti tesis) untuk melawan para kapitalis-kapitalis. Dalam perjalanan waktu ternyata belum bisa membendung arus kapitalisme, singkat cerita kapitalisme menang dengan beberapa kompromi-kompromi dengan sisi humanis, terbentuklah sintesis baru neo-kapitalisme. Dilain pihak terdapat ekonomi baru dari negara gelombang ketiga timur tengah yang mencoba memunculkan kembali ekonomi religiusnya, yang sekarang sudah merambah ke banyak negara yaitu ekonomi islam/syariah. Dengan reinterpretasi, penafsiran kembali teori yang ada di Alquran hadis untuk diaplikasikan.
Dengan menggunakan hukum perubahan sosialnya Hegel ekonomi islam ini masuk katagori apa ?. Para kalangan pesimistis mengatakan (tesis) karena ekonomi islam adalah wajah baru neo-kapitalis dihadapan umat muslim agar melanggengkan korporsinya. Ada yang mengatakan (anti tesis) karena memang asas-asasnya bertentangan dengan kapitalisme, tetapi ekonomi islam juga belum merambah semua sektor artinya belum digunakan solusi semua negara. Ada juga yang mengatakan sudah menjadi (sintesis) baru karena wajah ekonomi islam terbungkus baru lewat kompromi, pertentangan dan ide baru dari sistem lama ekonomi kapitalis.
Entah anda memilih yang mana, karena jika saya menjustifikasi yang benar ini malah nanti tidak ada rame. Tetapi menurut pendapat saya dengan konteks Indonesia saat ini, saya memilih ekonomi islam masih menjadi (anti tesis) karena masih kecil lingkupnya. Ditambah belum lengkap rasanya jika “ekonomi islam, bisnis ya bisnis, jangan dikaitkan dengan agama walaupun menggunakan nama agama”. Heemmm kelau begini belum ada kesinambungan antara hati dan ekonomi islam. Padahal kan harus integral. Semua boleh memilih tetapi yang pasti lewat uraian diatas dengan menggunakan alat analisis dialektika Hegel semoga menambah wawasan dan harapan agar ekonomi islam mejadi sintesis berikunya. Begitu.

Penulis adalah mahasiswa syariah semester 5, Staf KIO (Kontrol Internal Organisasi) Departemen 4 Kaderisasi FoSEI FEB UMS

Sumber referensi
1Tafsir, Ahmad. 2012. Filsafat Umum, Akal dan Hati Sejak Thales Hingga Capra. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
2Haqiqi Suluh, “Dialektika Hegel (Thesis, AntiThesis, Sintesis): Ritme Tiga Hentakan Proses Sosial Yang Cukup Melenakan”, http.haqiqie.wordpress.com (diakses tanggal 1 November 2014)

Fosei, Kesadaran Sejarah dan Kolektif: Konsep Kesadaran perspektif Kuntowijoyo


Oleh: Azriadian El Haq*
 
Menarik untuk dikaji jika kawan-kawan berminat mengenai penggunaan kosa kata ini. Pada acara seminar mengenai perbankan syariah seorang pembicara mengatakan bahwa didalam menejemen perbankan syariah menggunakan SDI (sumber daya insani)bukan SDM. Mungkin sebagian orang berfikir karena dalam institusi syariah penggunaan kata saja harus bahasa islami. Disaat yang sama salah satu rekan sejawat di fosei mengatakan pada saya, “bukankan sama saja isinya mengenai menejemen dalam prakteknya juga sama, cuman beda kata insan yang artinya juga manusia”, lalu saya jawab tetap berbeda, bedannya mungkin terletak dalam filosofinya dengan sumber qur’ani. Walaupun belum sempat saya uraikan dengan panjang, mungkin artikel yang saya tulis ini bisa dijadikan bahan diskusi yang memang akan menimbulkan perdebatan, tetapi itu sah-sah saja, kalau tidak ada diskusi matilah yang namanya mahasiswa.
Disini bukan diuraikan mengenai perbedaan menejemennya, tetapi dari arti yang mendasarinya. Karena mungkin pembedahan subtansi jarang diperhatikan, padahal ini akan mempegaruhi worldview (pandangan dunia) kita sebagai muslim. Sekarang memang banyak kalangan yang cenderung pragmatis memandang sesuatu dengan what works, dengan apa yang benar adalah yang berguna bagi sekarang dan lebih kepada prakteknya.1 Pereduksian dengan tanpa memahami subtansi akan membuat orang akan enggan bakan sangsi terhadap penggunaan kata-kata. Contoh mudahnya begini penggunaan SDI tetapi tidak memahami hakikat kata insan serta pelaksanaannya juga sama saja dengan yang sudah ada, cuman ditambah dengan formalitas islam tetapi intinya tetap kapitalis misal. Ini yang membuat kawan-kawan bersikap a priori (masa bodoh) dengan penggunaan kata insan dan manusia. Lha wong prakteknya sama. Kurangnya kesadaran akan makna esensi ditakutkan akan membuat kering spiritualitas walaupun berjubah syariah.
Para ahli telah mengkaji manusia menurut bidang studinya masing-masing, tetapi sampai sekarang para ahli masih belum mencapai kata sepakat tentang manusia. Ini terbukti dari banyaknya kenamaan manusia, misalnya homosapien (manusia berakal), homoeconomicus (manusia ekonomi), yang kadang kala disebut economic animal (binatang ekonomi).2 Manusia diciptakan Allah bukan untuk hidup sekehendaknya, bukan pula hanya untuk makan, hura-hura, dan mencari kebebasan tanpa batas (dibahas dalam artikel ringan refleksi jiwa-jiwa mahasiswa). Tujuan hidup manusia adalah untuk mendapatkan ridha Allah (mardhatillah) sebagaimana pernyataan Allah dala surat al-An’am ayat 162 “Katakanlah, Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku untuk Allah Tuhan semesta Alam”.
Al-Insan
Kata al-insan disebutkan dalam Al-Qur’an sebanyak 65 kali, kata unas sebanyak 5 kali, kata ins sebanyak 18 kali, sedangkan kata an-nas sebanyak 242 kali. Manusia di dalam Al-Qur’an disebut dengan insan (dengan derivasinya), basyar, bani adam/zurriyyati adam Penggunaaan kata insan oleh Al-Qur’an diantaranya adalah untuk menunjukkan bahwa;
1.  Manusia mampu menerima pelajaran (Misalnya, al-‘Alaq: 5, ar-Rahman: 3-4)
2.  Manusia mempunyai musuh yaitu Syaitan (Misalnya, Yusuf: 5)
3.  Manusia memikul amanat (al-Ahzab: 72)
4.  Manusia mempunyai keterkaitan dengan etika sopan santun (al-Ankabut: 8)
Syaikh al-Maraghi berpendapat dengan menerangkan proses pebuatan hati yaitu menyatukan kegiatan berfikir dan menghadirkannya dalam hati dengan menggunakan term insan. Syaikh Wahbah menyebut insan sebagai jasad (badan) dan ruh-nya. Dari beberapa keterangan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa term insan menunjukkan kaitan manusia dengan sikap yang lahir dari kesadaran penalaran. Maka kata insan digunakan Al-Qur’an untuk menunjukkan kepada manusia dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan raga. Yakni manusia yang berbeda antara seseorang dengan yang lainnya, akibat perbedaan fisik, mental, dan kecerdasan.3
Basyar
Penggunaaan kata basyar oleh Al-Qur’an diantaranya adalah untuk menunjukkan bahwa;
1.    Menyebutkan organ manusia, menyebutkan kulit (al-Muddatsir: 29)
2.    Sosok yang nyata secara umum (Misalnya, Maryam: 17, al-Muddastir: 25)
3.    Manusia akan mengalami kematian (al-Anbiya’: 34-35)
4.    Substansi dasar awal penciptaan manusia (Misalnya, Shad: 71, al-Furqan: 54)
5.    Persentuhan biologis ( Misalnya, Ali Imran: 47 dan Maryam: 20)
6.    Berkaitan dengan kenabian (Misalnya, Ali Imran: 79, Hud: 27)
Dengan demikian kata basyar digunakan Al-Qur’an untuk menunjukkan manusia dari sudut lahiriyahnya serta persamaanya dengan manusia seluruhnya.
Bani Adam/Zurriyyati Adam
Penggunaaan kata bani adam/zurriyyati adam oleh Al-Qur’an diantaranya adalah untuk menunjukkan bahwa;
1.  Keharusan manusia memakai pakaian (al-A’raf: 26, 27 dan 31)
2.  Hubungan manusia dengan keimanan (al-A’raf: 172 dan 35, Yasin: 60)
3.  Manusia diberi keistimewaan karena dapat menguasai daratan dan lautan (al-Isra’: 70).
Sedangkan term zurriyati Adam di dalam Al-Qur’an disebutkan sebanyak 1 kali yakni dalam surat Maryam ayat 58. Berdasarkan ayat-ayat diatas term bani Adam digunakan oleh Al-Qur’an untuk menunjukkan pengertian manusia secara umum (universal). Sedangkan term zurriyati Adam membicarakan tentang diantara orang-orang yang diberikan nikmat oleh Allah adalah keturunan Adam yang menjadi nabi.
Kesimpulan
Menurut Wahbah az-Zuhaili tiap-tiap term diatas terdapat beberapa perbedaan, insan digunakan untuk menunjuk manusia secara totalitas, jasmani-rohani, basyar hanya digunakan untuk menunjukkan manusia dalam sisi luarnya, sedangkan bani adam/zurriyyati adam untuk menyebut manusia secara umum (universal). Jelas sekali bahwa penggunaan kata Insan jika dipahami mendalam sangat berkaitan dengan aspek badan, transendental/spiritualitas dan sosial, secara vertical dan horizontal, hubungan dengan Allah-hubungan dengan manusia-hubungan dengan alam secara tolalits harus berkesinambungan/saling keterkaitan. Ini sejalan dengan konsep S.H Naquib al-Attas tentang konsep islamisasi bahasa, 4 kalau masalah penggunaan bahasa tidak dipahami, dikaitkan dan diamalkan malah akan terjadi sekularisasi bahasa-bahasa islam. Begitu.



Penulis adalah mahasiswa FAI Jurusan syariah semester 5, Staf KIO (Kontrol Internal Organisasi) Departemen 4 Kaderisasi FoSEI FEB UMS
Sumber Referensi
1Kutowijoyo. 2006. Islam Sebagai Ilmu. Yogyakarta: Tiara Wacana.
2Hadzuka, “Konsep Insan Kamil Menurut Murtadha Muthahhari dan Relevansinya dalam Tujuan Pendidikan Islam” (diakses tanggal, 31 Oktober 2014).
3Rifqi Sururi, “Manusia dan kemanusiaan dalam prespektif at tafsir al-munir karya syaikh wahbah az-zuhaili” (http://rifqisururi.wordpress.com/ diakses tanggal, 31 Oktober 2014).
4Sholeh, Khudori. 2004. “Wacana Baru Filsafat Islam”. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sumber artikel! elhaqpos

Harus Ada Kontinuitas Peran Ka-Fossei

Oleh: Azriadian El Haq*
Ka-Fossei atau yang disebut Korps Alumni Forum Siaturahmi Studi Ekonomi Islam adalah wadah yang dibentuk untuk para alumnus/yang tidak masuk dalam structural KSEI. Diharapkan lewat wadah ini aspirasi, keilmuan, mapun kontribusi bagi para aktivis KSEI bisa tersalurkan. Dalam kenyataannya tidak sedikit ditemua para alumnus ini sudah kehilangan kontak dengan KSEI-nya atapun sudah tidak mau berkontribusi bagi KSEI. Sangat dimaklumi jika memang begitu, mungkin karena aktivitasnya semakin padat. Tapi jangan sampai hal itu melupakan kontribusi KSEI-nya.
Inilah yang hendak dibahas, kalau Ka-Fossei selalu dimaklumi begitu, kapan ada kontinuitas gerakan bagi ekonomi islam. Hal ini akan bertolak belakang dengan siklus reproduksi kader KSEI. Diawalali dengan susah payah merekrut, membina, mecetak kader-kader agar militan dalam menghidupi KSEI-nya, memperjuangkan ekonomi islam, tetapi setelah lulus dari KSEI bekerja lalu lupa akan KSEI-nya. Militansi juga jangan hanya dipertanyakan untuk kader-kadernya yang masih masuk dalam struktural, tetapi juga peran alumninya. Dilema yang berulang-ulang bagi KSEI akan selalu menyertainya, karena tiap tahun yang mati-matian bekerja pasti yang hanya masuk structural. Adanya kesinambungan peran alumni juga agar tidak selalu mulai dari nol, dan kepemimpinan yang baru tidak cenderung dihadapkan dengan permasalahan-permasalahan seperti masa lalu.
Masih juga bertolak belakang dengan ide kesadaran (baca artikel: Fosei, Kesadaran Sejarah dan Kolektif,Konsep Kesadaran perspektif Kuntowijoyo). Karena ide dasar yang hendak ditanamkan akan hilang seketika ketika menghadapi dunia nyata (real world). Kesadaran kolektif di KSEI-nya berubah menjadi kesadaran pribadi sendiri. Kesadaran sejarah akan masa depan kolektif menjadi kesadaran masa depan pribadi. Peran yang diharapkan bagi KSEI berupa materi dan non-materi. Alumni melihat dan mengajak diskusi para kader secara psikologis tentu akan berbeda dalam mempengaruhi mental kader.
Gerakan Ka-Fossei memang sudah diawali sudah ada koordinatornya, tetapi yang sulit adalah bagaimana gerakan itu bisa dibuat secara kontinyu, berkesinambungan dengan program-program yang selaras dengan KSEI atau Fossei. Ada dua pendekatan untuk memaksimalkan peran alumni yaitu gerakan internal dan eksternal. Gerakan internal adalah bagaimana peran kedalam (baca; KSEI-nya) alumni. Terdapat program yang dibangun dalam menyinambungkan psikologis KSEI dengan alumninya. Gerakan eksternal adalah bagaimana peran/gerakan keluar bagi alumni, misalnya program kusus bagi alumni, dalam meningkatkan kapasitasnya, jadi bukan sekadar temu alumni atau hura-hura seperti anak kecil.
Walaupun dalam penggambaran belum sedetail konsep gerakan yang sempurna, paling tidak itu bisa dijadikan gambaran awal bagi kontinuitas peran alumni-alumni (Ka-Fossei) bagi KSEI-nya atau bagi ekonomi islam secara umum. Mungkin ada KSEI yang sudah mulai memaksimalkan peran alumninya tetapi banyak pula yang belum. Jika memang program itu berlanjut mungkin kesadaran sebagai ummah wahidah akan tercapai, atau paling tidak dengan menyadari pentingnya peran Ka-Fossei mereka akan selalu dibutuhkan dalam mengentaskan kaum mustada’afin atau peran terhadap kader-kader yang masih didalam structural, ikatan gerakan dan ikatan emosional akan selalu terjalin. Dan Umar pun berdoa “Aku berlindung pada Allah dari kelaliman orang jahat dan diamnya orang baik”. Begitu.
*Penulis adalah mahasiswa FAI Jurusan syariah semester 5, Staf KIO (Kontrol Internal Organisasi) Departemen 4 Kaderisasi FoSEI FEB UMS

sumber!elhaqpos

Perilaku Konsumtif, Refleksi Peran dari Jiwa-Jiwa Mahasiswa



Oleh: Azriadian El Haq*
“Aku berlindung pada Allah dari kelaliman orang jahat dan diamnya orang baik”
(Umar bin Khattab)
Banyak ragam banyak pilihan, mualai dari baju, makanan sampai teknologi inilah bentuk suatu kemodernan atau malah sudah banyak orang menyebut pascaindustrial/postmodern yang dapat dirasakan saat ini. Banyaknya pilihan, harga, kualitas produk yang dapat dinikmati menimbulkan ketertarikan bagi kalangan Mahasiswa. Tingkat konsumsi mahasiswa Indonesia memang tidak dapat dikatagorikan rendah, malah masuk dalam kategori menengah sampai tinggi. Gaya hidup akan mempengaruhi perilaku konsumtif mahasiswa ataupun sebaliknya. Rata-rata tingkat konsumsi mahasiswa khusus untuk makan jika perhari Rp. 30.000 maka dalam satu bulan akan terakumulasi Rp. 900.000, ditambah keperluan lain-lain misalnya jajan, pulsa, bensin dll, Rp. 500.000 maka dalam satu bulan seorang mahasiswa akan menghabiskan uang Rp. 1.400.000. Berarti mahasiswa bukanlah kategori miskin, karena yang dimaksud miskin menurut bank dunia ialah setiap orang yang memperoleh pendapatan 2 sampai 20 dolar Amerika.
  Pertanyaannya adalah bagaimana mungkin dengan pendapatan nol (mayoritas mahasiswa) tetapi pengeluaran untuk konsumsi tinggi ? jelas ini pendapatan orang tuanya. Sungguh kayanya negeri ini bukan ?. Dalam ini jelas akan mempengaruhi perekonomian secara makro, kegiatan konsumusi tidak disertai produksi yang lebih tinggi akan membuat bangsa ini lebih merana kebajiran produk asing. Padahal dengan pengeluaran seperti itu Mahasiswa bisa membuat hal-hal yang lebih produktif atau ditabung istilah ekonominya saving dari pada sekadar konsumtif belaka. Bukan berarti yang pengeluarannya dibawah Rp. 1.400.000 baik atau yang diatas Rp. 1.400.000 buruk, bukan itu yang mau dibahas. Sah-sah saja mau keluar duit berapa. Tetapi didiskusikan adalah dengan tingkat konsumsi tinggi lalu peranmu apa ?
Output Mahasiswa akan lebih tidak jelas jika tingkat konsumsi tinggi tidak dibarengi oleh karya intelektual, skill, prestasi, kreasi, kreatifitas ataupun peran terhadap lingkungan sosial, karena prestasi jangan hanya diartikan juara lomba lho. Kondisi sosial kampus akan lebih berpengaruh terhadap kemampuan mahasiswa jika benar-benar dijadikan meeting of mind bukan mall atau pasar. Problematika yang berefek pada kepasifan aktivitas mahasiswa.
Berkaitan dengan mahasiswa tentunya membicarakan pemuda. Meminjam teori seorang psikoanalis Sigmund Freud yang ditulis tahun 1905 berkaitan dengan pemuda maka ada tiga fase menurutnya, dorongan jasmani dan seksual berperan besar dalam mengendalikan sebagian tingkah laku pemuda ini. Pertama fase oral ditandai dengan kepuasan dipenuhi dengan menghisap zat makanan. Kedua, fase anal yang kepuasannya datang dengan pengaturan pengeluaran kotoran atau ekskresi. Ketiga adalah fase seksual, fase yang mulai memikirkan tentang hasrat bagaimana pelampiasan seksual. Dalam kajian yang modern mungkin akan tambah hasrat life style. Jika mahasiswa dalam kesehariannya hanya memikirkan tiga fase itu maka teori itu benar.
Masuk ke yang lebih mendalam tentang pembagian jiwa menurut Ibnu Sina yang membaginya menjadi tiga jiwa, pertama jiwa tumbuh-tumbuhan dengan daya makan, tumbuh dan berkembang biak, kedua jiwa binatang denga daya gerak dan menangkap (perception), ketiga jiwa manusia dengan daya praktis dan teoritis berhubungan dengan intelektual. Maka mahasiswa-mahasiswa ini masuk kategori jiwa yang pertama dan kedua. Kalau Aristoteles membaginya dengan daya gerak, mengetahui dan berfikir, maka mahasiswa yang seperti ini juga hanya masuk dalam katagori pertama dan kedua. Ironis.
Perlunya hasrat intelektual sekaligus spiritual serta penggabungan keduanya. Hablumminnas (baca; intelektual)  dan hablumminallah (baca; transendental spiritual) untuk berperan dalam lingkungan sosial kampus atau masyarakat, karena hasrat intelektual jangan dikebiri dengan sekadar kuliah di kelas. Dua hasrat ini belum mendominasi alam pemikiran mayoritas mahasiswa, yang akan menimbulkan perilaku konsumtif demi kepuasan dan keinginan bukan kebutuhan yang memang benar-benar butuh. Kalau hidup sekadar makan, minum, BAB, sex, maka kita akan berfikir;”masuk jiwa apakah kita ?”. Begitu.

Penulis adalah mahasiswa FAI Jurusan syariah semester 5, Staf KIO (Kontrol Internal Organisasi) Departemen 4 Kaderisasi FoSEI FEB UMS
Sumber Referensi
Nasution, Harun, 1973. Falsafat dan Mistisisme dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang
Daniel L. Pals. 2012. Seven Theories of Religion.Inyiak Ridan Muzir (Penerjemah). Yogyakarta: IRCiSoD

Diberdayakan oleh Blogger.

Text Widget

Sample Text

Jalan Jenderal Ahmad Yani, Surakarta 57162, Indonesia
Kampus 2 UMS (Universitas Muhammadiyah Surakarta)
Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB-UMS)

Followers

Stats

Didukung Oleh

Didukung Oleh

Link Blog

BTemplates.com

Popular Posts