Suscríbete

Kamis, 30 Juni 2016

BISNIS PENUKARAN UANG, HALAL/HARAM



BISNIS PENUKARAN UANG, HALAL/HARAM

OLEH : M. AFIF SETYAWAN

            Bulan Ramadhan tinggal sebentar lagi, banyak sekali bermunculan fenomena ramadhan di Indonesia, salah satunya bisnis penukaran uang rupiah cetakan baru. Biasanya bisnis penukaran rupiah itu berlangsung di jalan raya, dimana ada beberapa orang menjajakan sebendel uang kertas yang telah dibungkus rapi, dari uang pecahan 1000an, 2000an hingga 20000. Pelanggannya tentu orang-orang yang hendak berhari raya dengan membagi angpao kepada tamu, anak-anak, keluarga maupun tetangga sebelah. Untuk bagi angpao itu biasanya orang tidak sempat bila harus mengantri di loket penukaran uang yang ada di bank. Untuk itulah jasa para calo penukaran uang ini dibutuhkan. Inilah salah satu peluang bisnis sekaligus pernik ramadhan yang mungkin hanya ada di negeri kita tercinta ini. Yang menjadi pertanyaan adalah bisnis penukaran uang ini halal/haram?. Majelis Ulama Indonesia di beberapa tempat telah mengeluarkan fatwa bahwa praktik transaksi seperti ini hukumnya haram. Keharamannya terletak pada aspek riba dalam transaksi penukaran uang yang tak sepadan nilainya sehingga ada pihak yang dirugikan.

            Dalam pandangan orang awam transaksi ini dipandang biasa saja dan bisa dikatakan hal yang lumrah. Mereka menganggap kelebihan uang tersebut sebagai upah atau jasa ongkos penukaran. Seharusnya kita bisa membedakan mana yang termasuk jual beli dan tukar menukar. Jika kita menukar rupiah dengan mata uang asing kita menggunakan jual beli, karena kurs serta jenis mata uangnya berbeda. Sedangkan tukar menukar rupiah kita menggunakan tukar menukar bukan jual beli, karena nilai serta mata uangnya sama. Meskipun yang satu cetakan baru dan bersih, sedangkan yang lama lusuh dan kotor. Bukankah uang lama/baru nilainya sama saja?, sehingga jelas dalam transaksi ini terdapat unsur riba yang haram hukumnya.

            Tidak bisa kita beralasan bahwa kelebihan uang yang 10% atau lebih itu sebagai jasa untuk si calo. Jika memang itu adalah uang jasa mengapa terus ditentukan nominalnya bahwa setiap penukaran 100rb harus membayar 10% yaitu sekitar 10rb?, jika kita mau menukar 1juta berarti harus merogoh kocek sebesar 100rb sebagai uang jasa?, seharusnya kalau mau dianggap sebagai uang jasa maka cukup menentukan berapa ongkos per transaksi tanpa peduli berapa nominal yang ditukar. Misalnya jika kita ingin menukar uang 5juta, kita juga membayar 5juta ditambah berapa ongkos jasa sesuai kesepakatan. Dalam hal ini transaksi ini dibolehkan karena tidak ada yang dirugikan. 

            Maraknya fenomena tersebut harusnya membuat pemerintah peka dengan kegiatan ekonomi disekitar. Pasalnya jika pemerintah membiarkan praktik transaksi tersebut artinya sama saja pemerintah membiarkan riba terus berkembang di Indonesia. Sudah seharusnya pemerintah menyuruh bank milik pemerintah untuk membuka stand penukaran uang di desa, pasar tradisional maupun tempat yang strategis agar memudahkan masyarakat dalam menukarkan uang. Selain itu, kegiatan tersebut juga menjaga masyarakat agar tidak selalu menggunakan jasa calo yang dalam transaksinya terdapat unsur riba didalam transaksinya. Selain itu para ulama seharusnya juga harus selalu mensosialisasikan tentang haramnya penukaran uang yang didalamnya ada unsur riba agar kesucian bulan ramadhan tidak ternodai dengan kemaksiatan dan kebobrokan ekonomi.

Diberdayakan oleh Blogger.

Text Widget

Sample Text

Jalan Jenderal Ahmad Yani, Surakarta 57162, Indonesia
Kampus 2 UMS (Universitas Muhammadiyah Surakarta)
Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB-UMS)

Followers

Stats

Didukung Oleh

Didukung Oleh

Link Blog

BTemplates.com

Popular Posts