Antara
Corona dan Congornya
Mungkin terlalu kasar bila kita memakai
kata-kata diatas sebagai judul untuk menggambarkan situasi akhir-akhir ini. Disaat Pandemi Covid-19 yang sedang meraja rela baik di desa maupun di kota. Disaat banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaannya, hingga datang
bantuan pemerintah dengan berbagai ide cemerlangnya. Namun, Apakah Pemerintah benar-benar
tepat dalam memberi bantuan? Apakah Pemerintah benar-benar tepat dalam
mengambil kebijakan? Saya pikir tidak. Sebagai contohnya dalam kebijakan harga BBM yang dikelola oleh Pertamina.
Pertamina, salah satu BUMN
terbesar di Indonesia. Apakah kalian
tahu berapa gaji, bonus, tantiem
direksi dan komisaris Pertamina setahun? 671
miliar!
Jika ada 17 direksi ditambah komisaris,
mudah saja menghitung rata-ratanya,
dapat 39 miliar per tahun,
itu ada di Laporan Keuangan Pertamina
tahun 2018. Lantas saat ada rapat di DPR salah satu direktur Pertamina ditanya soal ini dia bilang “data
itu hoax, di rapat resmi, formal,
berani sekali dia bilang hoax. Sejak
hari itu, saya paham definisi hoax jenis baru, kok
bisa Laporan Keuangan Pertamina 2018 disebut hoax oleh direkturnya sendiri? Itu
Laporan Keuangan disiapkan sendiri oleh Pertamina dan diaudit oleh auditor independen,
eh dibilang hoax oleh direkturnya sendiri.
Hari ini saat minyak dunia tumbang,
harga BBM di negeri ini tetap begitu-begitu
saja, kalian saksikan orang-orang ini, juga
pejabat ESDM berkomentar ini itu. Kalian percaya ocehan mereka? Saat mereka
menyajikan data dan fakta kalian percaya? Kok
bisa-bisanya itu minyak dunia turun. Pertamina tetap jual harga yg sama. Di negara lain, sebagai contoh Malaysia,
minyak setara Pertamax Turbo, cuma dijual 5.500 doang, di Indonesia dua kali
lipatnya, fantastis. Akan selalu
saja ada alasannya untuk menolak menurunkan harga. Sampai bingung, itu Pertamina masih milik 100% rakyat Indonesia
bukan sih? Atau jangan-jangan, itu punya elit
tertentu saja?
Ah sudahlah.
Bukankah mereka dikasih gaji puluhan miliar agar rakyat Indonesia dapat harga BBM yang fair dan adil, bukan
cuma penuh pencitraan bergaya. Percuma mendapat amanah oleh 270 juta orang
nyari solusi bila pada akhirnya malah menambah pundi-pundi kekayaan sendiri.
Sungguh, di saat pandemi covid-19 yang mewabah ini
bukan krisis ekonomi atau krisis pangan yang dikhawatirkan. Melainkan krisis
moral yang melanda elite penguasa. Penyakit lama itu lebih mengerikan dari pada
pembebasan para napi yang kemudian justru berbuat kekacauan dimana-mana. Bahkan
penyakit lama itu lebih mengerikan daripada pandemi covid-19 ini sendiri. Sungguh, hanya karena krisis moral
maka bangsa ini akan tumbang dengan sendirinya.