Suscríbete

Sabtu, 13 Juni 2020

Eufemisme Politik


Eufemisme Politik
Oleh : Indah Fitriyani

Ketika ramai perbincangan mengenai “mudik” dan “pulang kampung” bulan lalu, ada yang bilang bahwa Presiden mengggunakan Bahasa yang ambigu (doublespeak). Penganut paham ini membaca persoalan lebih luas daripada sekedar beribut mengenai beda atau sama mengenai makna “mudik” dan “pulang kampung”.
Doublespeak memandang adanya pengaburan fakta dari apa yang diucapkan oleh Jokowi. Masalahnya, sangat dimungkinkan apa yang dikatakan Jokowi pulang kampung (tidak kembali) itu sekaligus mudik. Artinya mereka yang disebut pulang kampung itu , mereka yang tidak akan kembali lagi ke ke kota karena sudah tidak ada lagi pekerjaan, bisa juga nantinya mereka mengadu nasib kembali ke kawasan urban. Secara singkatnya, bisa jadi orang-orang memang pulang kampung, atau bisa jadi mudik.
Pemerintah setidaknya memiliki alasan jika disalahkan dalam membedakan antara pulang kampung dan mudik. Disini doublespeak memerankan eufemisme, dan eufemisme sudah sangat biasa digunakan dalam panggung-panggung politik. Jadi, pulang kampung merupakan sedikit pengahalusan dari mudik.
Secara etimologis, menurut Gorys Keraf, kata eufemisme diturunkan dari kata euphemizein yang berarti menggunakan kata-kata dengan arti yang baik atau dengan tujuan yang baik. Bahasa politik sungguh berbeda dengan Bahasa-bahasa lain. Bahasa politik sering kali bias dan tidak lugas. Karena itu, kerap muncul anekdot bahwa politik membuat sesuatu yang mudah menjadi hal rumit. Seperti eufemisme, salah satu hal Bahasa politik yang menjadikan rumit, bias, dan tidak lugas.

Diberdayakan oleh Blogger.

Text Widget

Sample Text

Jalan Jenderal Ahmad Yani, Surakarta 57162, Indonesia
Kampus 2 UMS (Universitas Muhammadiyah Surakarta)
Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB-UMS)

Followers

Stats

Didukung Oleh

Didukung Oleh

Blog Archive

Link Blog

BTemplates.com

Popular Posts